Audiensi tersebut berlangsung di gedung Nusantara V DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/5/2017). Selain Hemas-Farouk, senator asal Lampung, Anang Prihantoro dan Denty Eka Widi Pratiwi juga hadir.
Sejumlah LSM tersebut terdiri dari Indonesian Parliamentary Center (IPC), Formappi, Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PHSK), Indonesia Budget Center (IBC), dan ICW. Ada juga dari Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Perludem, Kode Inisiatif, Pusako, Yappika dan Maju Perempuan Indonesia (MPI).
Gabungan LSM tersebut meminta Hemas-Farouk terus memperjuangkan hak mereka sebagai pimpinan DPD. Mereka menganggap Hemas-Farouk masih pimpinan sah karena mengacu pada putusan MA yang membatalkan tatib yang menjadi landasan pemilihan pimpinan baru DPD.
"DPD mestinya ditempatkan sebagaimana maksud konstitusi. Pimpinan ilegal saat ini bagian parpol menyalahi karakteristik sejarah pembentukan DPD. Dalam perspektif itu, tidak ada keraguan mengatakan pimpinan DPD yang dihasilkan dalam proses ilegal, ilegalitasnya berlapis-lapis," ujar salah satu anggota LSM dalam audiensi.
Fenni, yang berasal dari Komnas Perempuan, mengaku prihatin dengan polemik kepemimpinan di DPD. Proses pemilihan pimpinan yang melalui paripurna ilegal menurutnya, dapat menjadi contoh jelek bagi lembaga lain di Indonesia.
"Mekanisme paripurna ada di berbagai lembaga negara di Indonesia. Yang terjadi di DPD mungkin akan jadi contoh buruk mekanisme paripurna di seluruh lembaga negara," tutur Fenni.
Adel, dari Kode Inisiatif, menyebut Hemas dan Farouk masih pimpinan sah DPD. Dia ingin keduanya bersama beberapa anggota yang pro-putusan MA terus berjuang.
"Kisruh harus segera diselesaikan. Kami mendukung ke pimpinan yang sah berjuang dari dalam dan kami akan mendukung dari luar," tuturnya. (gbr/imk)