Hal tersebut disampaikan Isnu saat bersaksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017). Isnu merasa miris ada yang menganggap uang e-KTP 'dimakan'.
(Baca juga: Konsorsium PNRI Ambil Untung 20 Persen dari Harga per Keping e-KTP)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bekerja keras, perhitungan harga itu secara garis besar akan dibagi 2, pertama harga blangko dan personalisasi. Harga blangko itu harga jual Rp 12 ribu, personalisasi dan distribusi Rp 4 ribu, dengan perhitungan yang matang dari pembelian material," tutur Isnu.
Isnu menjelaskan, bahan-bahan yang diperoleh untuk membuat e-KTP masih berbentuk mentah. Menurutnya, harus ada pengolahan lebih lanjut dan kadang dibutuhkan alat-alat yang tak sederhana.
"Bahan-bahan itu bukan berbentuk KTP, masih bahan baku. Butuh proses yang ujung-ujungnya membutuhkan alat-alat-alat tambahan, yang alat-alatnya tidak sederhana, cukup presisi dan cukup mahal," jelas Isnu.
(Baca juga: Jaksa Endus Indikasi Markup Harga Per Keping e-KTP)
Kemudian, pengacara 2 terdakwa, Irman dan Sugiharto, menanyakan tentang keuntungan yang didapatkan. Isnu menjawab PNRI mengantongi sekitar Rp 107 miliar. Hanya saja itu berdasarkan informasi yang dia dengar, karena Isnu sendiri sudah tak menjabat sebagai Dirut PNRI hingga proyek e-KTP selesai.
"Kami tidak pernah melihat laporan itu, tapi yang kami dengar itu sekitar Rp 107 miliar. Mungkin konfirmasi bisa langsung tanya ke perum PNRI," tutur Isnu.
Isnu mengaku tak hafal benar berapa modal yang dikeluarkan PNRI. Namun, dia mengaku mendapat informasi bila PNRI mendapat keuntungan 6,7 persen.
"Kami dapat informasi itu sekitar 6,7 persen. Itu lazim (dalam bisnis)," ungkap Isnu. (rna/dhn)











































