"Saya belajar modus baru dan ini kelihatan, saya kan buat program supaya semua orang Jakarta punya sertifikat tanah. Kalau dia sudah tinggal 45 tahun ke atas, tiba-tiba mau bikin sertifikat, BPN sudah oke, BPHTB kita kan Rp 2 miliar tidak bayar, tiba-tiba oknum lurah bilang ini tanah si A si B, tapi si A si B sudah meninggal, kamu harus beli dari ahli warisnya. Logikanya nih, kalau si A meninggal sudah 10 atau 20 tahun, ahli warisnya anak, menantu, cucu, cicit harus tanda tangan," ujar Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).
"Karena secara logika, kalau kamu adalah orang sudah 100 tahun memiliki tanah ini pun, buktinya mana? Kalau ada bukti pun, anak-cucu-cicit tanda tangan semua, lo. Kalau dia punya lima anak, lima anak sudah meninggal, cucunya tanda tangan semua," lanjut Ahok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana si oknum lurah hanya menunjuk pada satu orang di notaris katakan harus bayar sama dia beli tanah, ini berarti adalah modus menjual tanah yang tidak perlu dibeli. Berarti ini oknum lurahnya kurang ajar," tutur Ahok.
Yang lebih parah lagi, lanjut Ahok, warga diharuskan membeli tanah tersebut seharga NJOP, padahal warga sudah memiliki tanah tersebut sejak dulu. Ahok mengatakan oknum lurah tersebut bisa mendapatkan Rp 100 juta dari proses itu.
"Terus bilangnya apa, tahu nggak? Bayarnya sesuai NJOP saja. Jadi orang miskin kena Rp 100 juta bayar ke lurah nanti," kata Ahok.
"Kita ingin bantu orang miskin dapat sertifikat, malah dia malakin orang miskin," tutupnya. (bis/rvk)











































