Anita, menyatakan, penyetruman berdalih terapi itu terjadi pada Selasa (25/4/2017) lalu. Saat itu, para siswa usai mengikuti salat Duha. Semua siswa diminta kembali ke kelas, kecuali 4 siswa termasuk RA yang tetap di musala.
"Tidak ada alasan jelas waktu itu," ujar Anita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meditasi dilakukan sekitar 10 menit. Tjipto mengambil sebuah alat yang dialirkan ke tegangan listrik. Dua alat berupa papan tersebut, salah satunya dipijak oleh Tjipto dan satunya lagi diminta para siswa menginjaknya.
"Pelaku juga pakai test pen yang diletakkan di kepala anak saya. Jika nyalanya terang, maka anak saya dinilai suka berbohong kepada orangtua. Ini sudah nggak benar," keluh ibu dua anak ini.
Aksi Tjipto tengah diselidiki Dinas Pendidikan Kota Malang. Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah menyebut ada beberapa siswa yang mengalami hal sama. Tetapi, menurut dia hanya satu wali murid yang memberikan syarat (pengaduan) yang harus dipenuhi.
"Masih diselidiki. Kalau sanksi belum bisa (disebutkan)," kata Zubaidah, Selasa (2/5/2017) kemarin.
Kemendikbud juga mempertanyakan alasan terapi dengan setrum listrik ini. Pihak Kemendikbud menyatakan terapi harus dilakukan oleh seorang ahli.
"Apakah terapi itu memenuhi kaidah akademik? Itu ada kajiannya. Tidak bisa langsung asumsi bukan ahlinya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso, Rabu (3/5/2017).
Tjipto belum bisa dikonfirmasi terkait kejadian ini. Namun berdasarkan data yang dihimpun detikcom, dia telah membuat surat pernyataan. Dia membantah menyetrum, melainkan menyebutnya dengan terapi listrik.
Foto: Muhammad Aminudin |












































Foto: Muhammad Aminudin