"Selama kurang lebih 30 tahun, sejak tahun 1987 sistem one way diberlakukan dan hingga saat ini sistem one way adalah yang terbaik untuk dilakukan untuk mencairkan kemacetan di sepanjang jalur Puncak. Berbagai rekayasa sudah dilakukan sebelumnya, tapi sistem one way tetap yang terbaik," kata Kasat Lantas Polres Bogor, AKP Hasby Ristama
Jalan Raya Puncak sepanjang 22,7 kilometer itu hanya memiliki lebar jalan 7 meter. Kondisi jalan ini, menurut Hasby, secara ideal hanya mampu menampung 5 ribu kendaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya bagaimana tidak macet, karena kondisi jalan raya Puncak itu sudah tidak bisa menampung volume kendaraan. Dengan lebar hanya 7 meter dan panjang 22,7 kilometer. Idealnya hanya layak untuk 5 ribu kendaraan. Tapi yang terjadi, di setiap weekend volume kendaraan mencapai 30 sampai 40 ribu kendaraan," terang Hasby.
"Jalur Puncak ini tidak pernah bertambah lebarnya, itu yang membuat jalur puncak sudah tidak ideal dengan volume kendaraan sekarang," imbuhnya.
Hasby berharap pemerintah segera merealisasikan pembangunan jalur Puncak timur tengah, atau jalur Puncak 2 (dua). Sebab jalur Puncak saat ini sudah tidak memungkinkan lagi dilalui kendaraan secara ideal.
Dia juga meminta agar jalur-jalur alternatif segera dibangun secara maksimal agar kendaraan tidak menunpuk di jalur utama. "Debit volume kendaraan saat ini sudah berlebihan," katanya.
Isu Demo Besar Bikin Kunjungan Menurun
Sejak 3 hari lalu, tersiar isu akan ada aksi 2.000 orang yang akan turun ke Jalan Raya Puncak menolak sistem one way yang diberlakukan polisi untuk mengurai kemacetan di kawasan Puncak. Isu tersebut dinilai membuat banyak wisatawan yang batal berlibur ke Puncak.
Hal tersebut dikatakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Agus Bayu Candra. Agus menyebut, ada 200 orang dari beberapa hotel yang membatalkan kunjungannya ke Puncak karena isu demo tersebut.
"Secara bisnis, ini memang merugikan. Kami mencatat, ada lebih dari 200 orang yang batal booking hotel dan restoran, itu karena mereka mendengar ada isu akan ada blokir jalan oleh warga yang menolak one way. Mereka yang membatalkan pesanan, rata-rata yang memesan via online," kata Agus Bayu, Sabtu (29/4).
"Penurunan pemasukan karena isu ini mencapai 50 persen, sangat besar dampaknya," imbuhnya.
Bayu menyebut, setiap akhir pekan terutama saat long weekend, sedikitnya ada 20 orang yang memesan kamar di satu hotel. Namun untuk libur panjang kali ini, hanya ada 8 orang yang memesan hotel via online.
"Beberapa orang bahkan diundur, saya tanyakan kepada mereka, dan alasan mereka karena khawatir soal akan ada demo itu," kata Bayu.
Secara organisasi, kata Bayu, PHRI tidak termasuk pihak yang menolak sistem one way di kawasan Puncak. Sebab sistem itu membuat kemacetan parah.
"Coba bayangkan kalau tidak pakai sistem one way, macetnya seperti apa, bisa sangat parah dan itu semakin merugikan kita," kata Bayu.
Namun dia meminta pemerintah Kabupaten Bogor untuk membangun dan memperbaiki jalur-jalur alternatif di Puncak.
"Artinya harus ada solusi. One way tetap diberlakukan, tapi jalur alternatif juga dibangun, diperbaiki, supaya ada akses untuk warga kalau ada keperluan mendesak," imbuhnya.
(fdn/fdn)











































