"Jangan karena keserakahan dan kerakusan untuk mengeruk banyak-banyak ikan, diambil semua, akhirnya habis tidak ada lagi untuk hari esok," kata Susi di Kuta, Badung, Bali, Kamis (27/4/2017) malam.
Susi menggambarkan cantrang yang memiliki panjang 6 km maka cakupannya mencapai 280 hektare, jika dikilometerkan maka menjadi 2,8 km persegi. Kemudian dibandingkan kapal cantrang lokal dengan panjang 6 Km dan kapal cantrang asing yang mencapai panjang cantrang 150 Km, maka populasi ikan bisa terancam habis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini mengancam keberlangsungan ekosistem dan biota laut, termasuk kehidupan nelayan tradisional yang mencari ikan di dekat pesisir pantai. Oleh karena itu, Susi mengingatkan bahwa seharusnya para nelayan dan pengusaha perikanan untuk memusatkan energi pada upaya meminimalisir kapal asing yang yang melakukan ilegal fishing di laut Indonesia ketimbang memprotes pelarangan cantrang yang bisa diganti dengan gill net.
"Kita masih kesulitan hadapi kapal-kapal asing yang masih banyak. Hari ini, saya dapat foto-foto baru, ternyata kapal Fu Yuan Yu beroperasi di Kalimana, meneror nelayan-nelayan Kalimana," ucap Susi.
"Itu pun tertutup dan banyak orang tidak tahu karena kongkalingkong (persengkongkolan) dan kolusi, semua masih terjadi," tambahnya.
Menurut Susi, pelarangan cantrang bukan kebijakan yang merugikan. Pelarangan cantrang justru akan memberikan keuntungan yang lebih berkelanjutan untuk para nelayan dan pengusaha perikanan.
"Kalau ikan makin banyak, yang beruntung mereka-mereka lagi, bukan saya. Saya tidak punya kapal untuk tangkap ikan. Mau bikin apa saja terlalu banyak mafia berkeliaran. Masing-masing bawa kepentingan sendiri-sendiri, rakyat dijadikan alasan, dijadikan tameng, tidak boleh seperti itu," ujar Susi. (nvl/nvl)











































