"Di sini peluang bisnis masih bagus," kata Subeki di Pos Perbatasan Terpadu Timor Leste, Batugade, Bobonaro, Jumat (7/4/2017).
Dia masuk ke Timor Leste sejak 2002. Kini warung 'Martabak Super Lanches' miliknya bisa meraup untung kotor USD 200-400 per hari. Memang, dolar Amerika Serikat membuat keuntungannya menggiurkan apabila dikonversi ke rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau mau ulet, ya bisa," kata pria 45 tahun ini.
Banyak pebisnis dari Indonesia yang sudah mengadu nasib di Tanah Timor Lorosae. Mayoritas kebutuhan masyarakat juga dipenuhi dari komoditas Indonesia. Orang Indonesia biasa berbisnis sembilan bahan pokok, bahan makanan, hingga bahan bangunan.
"Justru di sini pelaku bisnisnya orang Indonesia," ujarnya.
Soal kemudahan berbisnis, dia merasa otoritas Timor Leste tak terlalu merepotkannya. "Kalau di Australia, Brunei, Malaysia, polisinya ketat sekali. Kalau di sini, kita nggak terlalu direpotkan," ujarnya.
Bahkan, bila tak menjalankan usaha sendiri, sebenarnya peluang mengadu nasib di sini dinilainya tak buruk. Misalnya menjadi kuli bangunan.
"Kuli bangunan mendapat USD 20 per hari, delapan jam kerja. Kalau lebih dari jam kerja, dibayar sendiri (uang tambahan)," tuturnya.
Pria yang mengantongi visa kerja ini menilai warga Indonesia berpeluang meraup dolar di tanah ini. Peluang yang dilihatnya adalah bisnis modifikasi otomotif. Ditiliknya, anak-anak muda Timor Leste sedang gandrung dengan modifikasi motor.
"Kalau Anda bisa membengkel motor, anak-anak di Indonesia yang bisa memodifikasi, ke sini saja! Anda bisa asal jeplak mengucap harga berapa saja, pasti orang sini akan bayar. Motor-motor modifikasi racing di sini masih digemari," tuturnya.
Jadi bagaimana? Apakah Anda akan mengecek kondisi Timor Leste terlebih dahulu untuk memastikan peluang usaha di sana? Selamat berbisnis.
Ikuti artikel-artikel Tapal Batas selengkapnya di tapalbatas.detik.com! (dnu/tor)