Kabakamla Jelaskan soal Pengadaan Satmon yang Berasal dari APBN-P

Kabakamla Jelaskan soal Pengadaan Satmon yang Berasal dari APBN-P

Rina Atriana - detikNews
Rabu, 26 Apr 2017 16:28 WIB
Kabakamla Jelaskan soal Pengadaan Satmon yang Berasal dari APBN-P
Fahmi (agung/detikcom)
Jakarta - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo bersaksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah. Dalam kesaksiannya, Arie menjelaskan soal pengadaan satellite monitoring (satmon) di Bakamla yang berasal dari ABPN-P 2016.

"Terkait pengadaan satellite monitoring, apakah menggunakan APBN murni atau APBN Perubahan?" tanya jaksa kepada Arie di PN Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).

"Dari APBN Perubahan," ujar Arie.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arie menjelaskan jumlah APBN-P Bakamla hampir mencapai Rp 1,5 triliun. Jumlah tersebut di luar APBN murni sebesar Rp 350 miliar.

"Jadi saya merencanakan prioritas pembangunan surveillance, sistem pengawasan yang terintegrasi, saya butuh. Berdasarkan tim yang saya buat, ada beberapa item untuk melengkapi, bukan mengubah atau menambah," ujar Arie, yang menjabat Kepala Bakamla sejak Maret 2016.

Menurut Arie, dana Rp 1,5 triliun tersebut tak hanya dianggarkan untuk pengadaan satmon, tapi juga buat beberapa keperluan lain.

"Saya lupa pastinya, hanya backbone, longrange, satmon, pengecatan terhadap gedung, dan tambahan operasi," kata Arie.

Jaksa sebelumnya sempat bertanya apakah Arie mengenal Fahmi Darmawansyah. Arie mengungkapkan awalnya ia mengenal Fahmi dengan nama Fahmi Saidah.

"Saya tahu yang bersangkutan bernama Fahmi Saidah, kemudian terjadi kasus ini OTT, saya tahu namanya Fahmi Darmawansyah," ujar Arie.

"Pernah (ke rumah Fahmi). Waktu itu saya sedang mencari rumah dinas untuk disewa. Kemudian dikenalkan kepada Fahmi Saidah. Setelah saya pertimbangkan, saya milih rumah yang saya tempati sekarang adalah milik PT Timah, yaitu BUMN, dan tidak ada kaitan dengan masalah pekerjaan atau nantinya akan berkaitan dengan masalah pekerjaan di Bakamla," tutur Arie.

Meski pernah datang ke rumah Fahmi, Arie membantah saat ditanya apakah menerima fasilitas rumah dari Fahmi.

"Jadi bukan fasilitas dari terdakwa?" tanya jaksa.

"Tidak Pak," jawab Arie.

Fahmi didakwa menyuap 4 pejabat di Bakamla. Suap itu diberikan agar perusahaan suami aktris Inneke Koesherawati tersebut memenangi proyek di Bakamla.

"Bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus memberikan sesuatu berupa uang sebesar SGD 104.500 kepada Nofel Hasan, uang sebesar Rp 120 juta kepada Tri Nanda Wicaksono, uang sebesar SGD 105.000 kepada Bambang Udoyo, dan sebesar SGD 100.000, USD 88.500, dan 10.000 euro kepada Eko Susilo Hadi," ujar jaksa KPK Kiki Ahmad Yani di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Senin (13/3) lalu.

Fahmi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (rna/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads