"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan terdakwa untuk duduk di dalam jabatan politik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani hukuman," kata ketua majelis hakim Fasal Bahri saat membacakan surat putusan di PN Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).
Andi Taufan merupakan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) yang terpilih sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Hanya saja ia tersandung kasus suap sebelum masa jabatan habis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andi disebut menerima suap sekitar Rp 7,4 miliar terkait proyek Kementerian PUPR untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara. Uang berasal dari dua pengusaha yakni Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, dan Direktur Utama PT Martha Teknik Tunggal, Hengky Poliesar.
Hakim selanjutnya menyatakan Andi Taufan terbukti menerima suap. Hanya saja vonis yang dijatuhkan tak setinggi tuntutan jaksa. Andi divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Ditanya mengenai vonis tersebut, Andi menyebut hakim tak memperhatikan fakta hukum yang ada. Ia juga menilai hakim tak adil dengan vonis yang dijatuhkan terhadapnya.
"Saya sebetulnya berharap hakim dapat mempertimbangkan fakta persidangan. Tapi ternyata majelis hakim juga mengikuti konstruksi hukum yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Tentu saya akan pikirkan langkah hukum saya. Menurut saya sangat tidak adil," ujar Andi usai persidangan. (rna/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini