Kasus bermula saat terjadi pergantian pengurus Yayasan Gandhi Memorial pada 25 Mei 1981. Ram Gulumal sebagai pendiri/pimpinan yayasan mengubah struktur yayasan. Belakangan, pergantian kepengurusan ini dipersoalkan sehingga terjadi sengkarut hukum. Ram Gulumal akhirnya didudukkan ke kursi pesakitan.
Jaksa mendakwa Ram Gulumal dengan pasal berlapis, yaitu:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Pasal 266 ayat 2 KUHP tentang Pemalsuan Akta Otentik secara Berlanjut.
3. Pasal 263 ayat 2 KUHP tentang Pemalsuan.
4. Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
5. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Pada 24 Maret 1994, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakus) menyatakan Ram Gulumal bersalah melakukan pemalsuan akta otentik secara berlanjut dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.
Pada 14 September 1994, Pengadilan Tinggi Jakarta memperbaiki putusan tersebut. Ram Gulumal dinilai menyuruh orang melakukan pemalsuan akta otentik secara berlanjut, dan dijatuhi hukuman 8 bulan penjara.
Vonis itu dianulir 100 persen oleh Mahkamah Agung (MA). Ram Gulumal akhirnya divonis bebas oleh MA. Tapi di tingkat kasasi, kasus itu mulai tercium aroma kolusi. Salah satunya, vonis diketok dalam waktu yang sangat cepat yaitu 132 hari. Vonis bebas itu diketok oleh ketua majelis Samsoeddin.
Kolusi ini membuat geger para pihak. Pimpinan MA segera mengadakan rapat pimpinan pada 5 Desember 1995. Setelah itu, Adi mengirim surat ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat agar kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) karena telah didapatkan adanya kolusi antara terdakwa atau pengacara dengan majelis hakim agung yang mengadili perkara tersebut.
Surat itu ternyata bocor dan sampai ke publik. Jagat hukum Indonesia dibuat geger. Masyarakat mendorong Adi untuk membongkar tuntas kasus itu. Di sisi lain, Adi meminta pimpinan MA untuk segera memeriksa seluruh pihak terkait.
Anehnya, pimpinan MA malah mengambil langkah sebaliknya. Adi dilarang berbicara ke wartawan dan di berbagai kesempatan di ruang publik seperti seminar. Tidak hanya itu, Adi tidak lagi diikutkan Rapat Pimpinan MA, padahal ia adalah Ketua Muda MA bidang Pidana Umum. Kewenangan Adi sebagai Ketua Muda MA juga dilucuti yaitu tidak lagi boleh membagi perkara.
Adi juga mendapat ancaman lewat telepon dari orang yang tidak dikenal.
Puncaknya, Ketua MA Soerjono menyurati Presiden Soeharto pada 25 Juni 1996 agar Presiden Soeharto memberhentikan Adi dengan alasan melakukan tindakan indisipliner. Ikut menandatangani surat itu Ketua Muda MA bidang Militer Sarwata, Ketua Muda MA bidang Tata Usaha Negara Ketut Suraputra, Ketua Muda MA bidang Agama M Yahya, Ketua Muda MA bidang Perdata M Imam dan Ketua Muda MA bidang Perdata Adat Palti Radja Siregar.
Alasan Ketua MA Soerjono dkk yaitu Adi telah mengungkapkan keburukan MA kepada pihak luar, termasuk kepada pers asing.
Surat Ketua MA ke Presiden Soeharto itu membuat rakyat marah. Mereka melakukan aksi di berbagai tempat. Akhirnya, Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomo 19/PENS.TAHUN 1997 tertanggal 4 April 1997 yang menegaskan Adi pensiun secara normal yaitu Adi pensiun pada 1 Mei 1997 karena pada 11 April 1997 berusia 65 tahun.
Lalu bagaimana dengan putusan kasasi yang beraroma kolusi itu? Jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) dan dikabulkan.
"Menyatakan terdakwa Ram Gulumal melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dilakukan secara berlanjut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 20 hari," putus majelis sebagaimana dilansir website MA, Rabu (26/4/2017).
Duduk sebagai ketua majelis A Taufiq dengan anggota Syafiuddin Kartasasmita dan Prof Dr Muladi.Vonis itu diketok secara bulat pada 22 Mei 2001. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini