Saat detikcom mengunjungi Belu, 29 Maret-3 April, alat-alat berat sedang beroperasi di jalan sepanjang perbatasan. Tebing-tebing batu dan tanah diratakan, ditinggikan, atau dikeruk menyesuaikan dengan arah jalan.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Begitu pula saat hendak ke pos perbatasan Turiskain, Kecamatan Raihat, sekitar 40 km dari Atambua, aktivitas pembangunan jalan ini juga bakal terlihat. Bahkan sebagian besar jalan sudah jadi, beraspal mulus, meski menanjak dan menurun, lurus ataupun berkelok.
Jalan sepanjang perbatasan inilah yang dinamakan Sabuk Merah Perbatasan. Ini adalah proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Ini merupakan perwujudan komitmen Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk 'membangun dari pinggiran'.
![]() |
Jalan yang semula selebar 6 meter diperlebar dua kali lipat menjadi 12 meter. Bahkan kadang terlihat pelebaran sampai mentok tiang-tiang listrik di sisi jalan.
Sabuk Merah Perbatasan Sektor Timur di Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka merentang 176,19 km, termasuk 27 jembatan. Di luar itu, masih ada Sabuk Merah Perbatasan Sektor Barat di Kabupaten Timor Tengah Utara sepanjang 130,88 km, termasuk 12 jembatan.
"Secara garis besar, proyek ini sudah rampung 85 persen. Masih ada beberapa puluh kilometer lagi," kata Dirjen Bina Marga Ari Setiadi Moerwanto kepada detikcom, Rabu (26/4/2017).
![]() |
Rencananya, semua Sabuk Merah Perbatasan ini bakal tersambung dari ujung di Motamasin sampai Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Motaain pada 2019, berikut jembatan-jembatannya. Yang jadi masalah, kondisi tanah di lokasi ini menjadi tantangan tersendiri. Bila tak digarap dengan cermat, bisa rawan amblas.
"Kita harus melintas di lapisan lempung Bobonaro. Kondisi geologinya sangat ekspansif sehingga harus sangat waspada, karena gampang longsor," tutur Ari.
![]() |
Longsornya Sabuk Merah Perbatasan bahkan sudah terjadi, yakni di Dusun Asulait, Desa Sarabau, Tasifeto Timur, Belu. Longsor sepanjang 75 meter dengan kedalaman 4,5 meter ini terjadi sejak 27 Januari 2017. Kini Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR dan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang bekerja memperbaiki lokasi sehingga bisa digunakan lagi.
"Perbaikan harus selesai tahun ini," kata Ari.
Wakil Bupati Belu JT Ose Luan kami temui di kantor Kabupaten, Jl Basuki Rahmat, Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur, Rabu (29/3) lalu. Dia merasa proyek ini sangat membantu mobilitas masyarakat Belu. Proyek ini juga membesarkan hati warga Belu.
"Menunjukkan kepada negara di sebelah (Timor Leste) bahwa kita bangsa yang hebat," ucap Ose Luan.
Simak terus cerita tentang daerah terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com! (dnu/dnu)