Menurut KPK, pengelolaan komoditas kelapa sawit masih banyak menimbulkan masalah. Bahkan masalah yang timbul itu memunculkan korupsi yang beberapa kasusnya sudah ditangani KPK.
"Lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian membuat sektor ini rawan korupsi. Korupsi dalam proses perizinan perkebunan kelapa sawit sering melibatkan kepala daerah. Seperti yang sudah ditangani oleh KPK, yakni Bupati Buol Amran Batalipu dan Gubernur Riau Rusli Zainal," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Selasa (25/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktik tindak pidana korupsi. Dari sisi hulu, sistem pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha. Hal ini ditandai dengan tidak adanya mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang. Integrasi perizinan dalam skema satu peta juga belum tersedia," ucap Febri.
"Selain itu, kementerian dan lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan perizinan. Akibatnya, masih terjadi tumpang tindih izin seluas 4,69 juta hektare," sambung Febri.
Sedangkan di sisi hilir, Febri menyebut, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik.
"Penggunaan dana kelapa sawit habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkebunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya. Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, serta riset. Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak," ujar Febri.
"Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar. Tingkat kepatuhan pajak, baik perorangan maupun badan, juga mengalami penurunan. Selama 2011-2015, tingkat kepatuhan wajib pajak badan dan perorangan menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen," sambungnya.
Febri mengatakan hasil kajian itu berupa rekomendasi untuk Kementerian Pertanian dan lembaga terkait untuk menyusun rencana aksi perbaikan.
"Dari hasil kajian ini, KPK merekomendasikan Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga terkait harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit. KPK akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana aksi tersebut," ujar Febri. (dhn/fdn)