Dijatah APBN Goceng per Makan, Begini Menu Tahanan dan Napi

Jakarta - Setiap narapidana dijatah makan Rp 15 ribu per hari atau Rp 5.000 per sekali makan. Tapi dengan jumlah tahanan/narapidana mencapai Rp 200 ribu orang, dalam setahun APBN yang dikeluarkan mencapai triliunan rupiah.

Harga menu Rp 5.000 per sekali makan belum termasuk potongan keuntungan katering dan pajak. Lalu bagaimana menu Rp 5.000 itu?

"Kalau pagi dikasih bubur kacang hijau, besoknya ganti ubi rebus. Diselang-seling," kata penghuni LP Cipinang yang tak mau disebut namanya kepada detikcom, Senin (24/4/2017).

Makan pagi, makan siang, dan makan malam dengan nasi dan sayur. Adapun untuk lauk, jenisnya bergantian, yaitu tempe, ikan asin, telur asin, dan telur rebus.

"Jatah sayur tauge pagi setiap tanggal 3, 13, dan 23. Jatah daging setiap tanggal 3, 5, dan 8," ujarnya sambil tertawa.

Mereka harus antre untuk mengambil makan. Tapi bagi yang bosan, banyak yang membeli makan di kantin atau makanan dari keluarga yang besuk. Sebab, seenak-enaknya menu makan di dalam LP/rutan, tetap lebih enak makan di luar LP/tahanan.

"Yang punya duit beli di kantin," tuturnya.

Dibandingkan dengan menu makan tahanan di bawah rutan Kemenkum HAM, nasib tahanan yang dikelola KPK lebih baik karena tiap tahanan mendapat jatah makan Rp 40 ribu per hari. Adapun untuk tahanan di lingkungan kepolisan mendapat jatah Rp 30 ribu per hari.

Meski hanya Rp 15 ribu per hari, karena jumlah tahanan/narapidana mencapai 200 ribuan orang, APBN yang digelontorkan bisa triliunan rupiah per tahun. Oleh sebab itu, peneliti Pusako Universitas Padang, Sumatera Barat, menilai perlu direvisi PP 99/2012.

Overkapasitas tahanan/napi itu memberikan efek domino sehingga diperlukan strategi 'mengurangi' penghuni secara kilat. Salah satunya mempermudah remisi bagi pengguna dan pengecer kecil narkoba. Dari 70 ribuan terpidana narkoba, ternyata hanya 28 ribuan terpidana yang masuk kategori gembong narkoba.

Oleh sebab itu, diperlukan revisi PP 99/2012 karena PP 99/2012 itu mempersulit pengguna narkoba mendapatkan remisi. Karena salah satu syaratnya harus mendapatkan surat justice collaborator (JC).

"Dengan hanya sebagai pemakai atau pengedar yang juga tidak terlalu jelas detail kategorinya dalam UU Narkotika, amat sulit bagi napi memenuhi syarat jadi JC yang diatur dalam PP 99/2012," ujar peneliti Pusako Universitas Andalas, Khairul Fahmi. (asp/rvk)