Penggunaan senjata laras panjang SS1-V2 oleh Brigadir K menjadi salah satu hal yang dikritik. Apalagi senjata tersebut digunakan untuk melakukan razia kendaraan.
"(Penggunaan senpi laras panjang) tidak wajar dalam sebuah razia lalu lintas," ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada detikcom, Kamis (20/4) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa kaca, bukan ban? Apakah polisi sudah lama tidak latihan menembak. Kenapa bukan bawahnya mobil yang ditembak?" kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
"Penembakan mobil, Komisi III menyepakati, kebetulan minggu depan akan ada raker dengan Kapolri, itu akan jadi pokok agenda raker. Kami berpandangan diskresi aparat kepolisian di lapangan dengan menembak, kalau kita lihat posisi peluru dan segala macam, bukan diskresi yang pas," sebutnya.
Kunjungi 20detik untuk dapatin video menarik lainnya
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengakui bahwa Brigadir K terlalu cepat mengambil keputusan untuk menembak. Padahal, lanjutnya, belum ada ancaman pada petugas saat kejadian tersebut.
"Kalau dari sisi penembakan sementara kita dapat keterangan penembakan tersebut dilakukan terlalu cepat, belum ada ancaman kepada petugas waktu itu," kata Brigjen Rikwanto di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Menurut Rikwanto, sebenarnya masih ada waktu bagi untuk menilai mobil itu memberikan ancaman atau tidak. Rikwanto mengatakan ada beberapa alasan Brigadir K akhirnya melepaskan pelurunya ke arah mobil tersebut.
Pada tembakan pertama, menurut Rikwanto, tidak ada tanda-tanda pengemudi mobil akan turun. "Dan kaca mobil gelap, tidak tembus dari luar. Petugas akhirnya menembak karena asumsi di dalam adalah penjahat karena daerah itu emang rawan begal," kata Rikwanto.
Ternyata, dugaan Brigadir K salah, mobil tersebut berisi sekeluarga yang hendak pergi ke sebuah pesta.
"Memang ada yang perlu dievaluasi dalam bertindak di lapangan," ujarnya. (bis/rna)