Todung Mulya Lubis Raih Penghargaan Bergengsi dari Berkeley

Todung Mulya Lubis Raih Penghargaan Bergengsi dari Berkeley

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 20 Apr 2017 10:16 WIB
Todung Mulya Lubis (rengga/detikcom)
Jakarta - Pegiat HAM Indonesia, Todung Mulya Lubis meraih penghargaan bergensi dari University of California Berkeley 'Elise and Walter A Haas'. Todung menjadi orang ketiga Indonesia yang mendapatkan penghargaan, sejak pertama kali diberikan pada 1964.

"Ini sungguh luar biasa. Saya kaget dan tak menyangka," kata Todung saat menghadiri acara Berkeley Club Indonesia Appreciation Night yang digelar di Gedung CCM, Jalan Cikini Raya, Rabu (19/4/2017) malam.

'Elise and Walter A Haas' yang juga biasa disebut Haas Award adalah penghargaan yang diberikan oleh University of California kepada alumnusnya di luar Amerika Serikat. Syaratnya yaitu alumnus itu dinilai berhasil memberikan kontribusi istimewa kepada negaranya, tanpa melihat latar belakang keilmuan yang bersangkutan. Penerima bisa berasal dari kelompok ekonomi, seni, sains, hukum, pendidikan, bisnis atau pemerintahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Serah terima Haas Award akan diberikan pada 13 Mei 2017 di Berkeley," ujar Todung.

Praktisi hukum itu merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) dan melanjutkan kuliah di Berkeley untuk strata dua. Adapun untuk strata tiga diraih dari Harvard. Pada 2015, Todung mendapatkan gelar Profesor dari Murdoch University, Perth, Australia.

Dalam perjuangan HAM di Indonesia, Todung aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sejak tahun 70-an dan aktif terlibat dalam berbagai gerakan antikorupsi. Todung juga menjadi Ketua Yayasan Yap Thiam Hien, sebuah lembaga yang memberikan perhatian atas perjuangan HAM dan juga menganugerahi Yap Thiam Hien Award bagi para penggiat HAM di seluruh Indonesia.

Sejak pertama kali diberikan pada 1964, Indonesia baru mendapatkan dua Haas Award yaitu diterima Widjojo Nitisastro pada 1984 dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti pada 2002.

Peraih penghargaan lain berasal dari berbagai negara seperti Abdul Majid dari Afghanistan, Garegin Saroukhainan dari Iran, Sadako Ogata dari Jepang, Norman Myers dari Inggris, Hans-Peter Durr dari Jerman dan Mohammed Al-Shaikh dari Arab Saudi.

Dalam malam apresiasi itu, hadir pula Dorodjatun serta para tamu undangan lain seperti Murdaya Poo. Dalam acara itu, Dorodjatun memberikan sambutan yang menyoroti kebijakan Trump dan peran media dari masa ke masa.

Di era Marthin Luther, kata Dorodjatun, alat cetak Johannes Gutenberg menjadi media untuk menarik massa dan terjadi lah perubahan yang mendasar di masyarakat. Seiring waktu, radio menjadi media utama bagi Adolf Hitler dan Benito Mussolini dalam mengumpulkan massa. Di era milenium, Trump menggunakan twitter dan sosial media untuk menyampaikan pesan-pesannya. Strategi Trump ini merusak pesan yang dibawa oleh media mainstream pada umumnya. (asp/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads