"Semoga dengan dikeluarkannya KLHS bisa menjadi solusi dan kesepakatan bersama terkait polemik pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Kami akan kawal hasil kajian KLHS demi sedulur (keluarga-red) yang telah berjuang demi ibu bumi di wilayah Kendeng," kata perwakilan JMPPK, Gunritno di kantor YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2017).
Dengan berpakaian khas petani dan mengenakan topi petani bertuliskan 'Tolak Pabrik Semen', ejumlah ibu-ibu melantunkan sinden Jawa dengan memukul lesung sebagai alat musiknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mendesak Pemerintah daerah melakukan penghentian IUP yang beroperasi dan tambang ilegal di kawasan CAT Watuputih dan sekitarnya. Serta melakukan revisi tata ruang dengan mengarahkan peruntukan ruang di CAT Watuputih menjadi kawasan lindung dan menetapkannya sebagai KBAK," sambung ketua YLBHI bidang advokasi, Isnur.
Selain itu, hasil KLHS dapat pula digunakan untuk revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Tengah dan Rencana Tata Ruang Nasional perlu direvisi dengan mengedepankan keselamatan rakyat dan keberlanjutan lingkungan serta asas keterbukaan dan melibatkan peran serta masyarakat.
"Bila CAT Watuputih sebagai kawasan lindung dengan dalih apapun ternyata tetap ditambang, maka akan timbul kerugian setara Rp 2,2 triliun per tahun yang timbul sebagai akibat dari kerusakan sumber daya air, untuk lahan pertanian dan rumah tangga, degradasi dan hilangnya nilai ekonomi wisata air Pasuncen dan wisata gua," jelas Isnur.
Diberitakan sebelumnya, Kepala KSP Teten Masduki mengatakan, rapat menerima laporan studi KLHS di Watuputih, Rembang. KLHS merupakan perintah presiden kepada Menteri LHK dan KSP untuk menguji kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam di Pegunungan Kendeng, khususnya wilayah cekungan air tanah (CAT) Watu Putih. (adf/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini