Kata Wapres Sampai Pakar Hukum soal DPR 'Tak Kebal' KPK

Kata Wapres Sampai Pakar Hukum soal DPR 'Tak Kebal' KPK

Dhani Irawan - detikNews
Kamis, 13 Apr 2017 11:04 WIB
Kata Wapres Sampai Pakar Hukum soal DPR Tak Kebal KPK
Setya Novanto (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Setya Novanto dicekal bepergian ke luar negeri lantaran kesaksiannya dianggap penting untuk proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Namun ada satu suara kencang yang menentang pencekalan itu, yaitu dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Menurut Fahri, anggota DPR memiliki hak imunitas. Dia menyebut ada mekanisme melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) lebih dulu bagi anggota Dewan yang terkena masalah hukum.

"DPR itu diberikan hak imunitas oleh konstitusi negara karena mengawasi pemerintah. Imunitas yang ada di DPR harusnya lebih kuat karena dia mengawasi lembaga kuat," ujar Fahri, Rabu (12/4/2017) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahri pun mengaku DPR berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menentang pencekalan itu. Dia mengaku menyampaikan nota protes serta surat permintaan rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan Presiden Jokowi untuk membahas masalah pencekalan tersebut.

Namun Jokowi mengaku belum menerima surat itu. Dia pun belum bisa menyampaikan apa pun terkait dengan masalah itu.

"Suratnya belum sampai di meja saya. Kalau nanti surat itu sudah sampai ke saya, saya buka, saya baca, baru saya bisa komentar," ujar Jokowi.

Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan KPK adalah lembaga independen yang tidak bisa diintervensi. Menurut pria yang biasa disapa JK itu, DPR seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Hal senada disampaikan juru bicara Kepresidenan Johan Budi. Artinya, setiap anggota DPR tidak memiliki kekebalan khusus terhadap penyidikan KPK.

"KPK lembaga independen. Tidak ada yang bisa intervensi," ujar JK.

Bukan hanya dari Istana, suara tak sependapat dengan Fahri bahkan muncul pula dari tubuh parlemen. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan hak imunitas tidak berarti membuat anggota Dewan kebal terhadap proses hukum.

"Hak imunitas tidak bisa dimaknai bahwa anggota DPR sama sekali tidak bisa diproses hukum, termasuk kepadanya dilakukan pencekalan," kata Arsul.

Bahkan pimpinan DPR lainnya menyebut pencekalan itu tidak mengganggu kinerja Dewan. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyebut nota keberatan hanyalah bentuk redaksional.

"Sifatnya memberikan dukungan moril pada Fraksi Partai Golkar soal pencekalan Pak Setya Novanto. Kalau masalah nota keberatan itu hanya redaksional. Kita sadar kita tidak bisa mengintervensi," ucap Taufik.

Para ahli pun sependapat. Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan penerapan hak imunitas yang diatur dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak berlaku bagi anggota Dewan yang berkaitan dengan tindak pidana.

"Kalau misalnya tindaknya tindak pidana, ya tidak bisa dikatakan hak imunitas. Apalagi kalau terkait dugaan tindak pidana korupsi, tidak bisa berlindung di balik hak imunitas," tutur Refly.

Pendapat hukum yang lebih satire malah disampaikan ahli hukum tata negara lainnya, Yusril Ihza Mahendra. Dia menyebut kewenangan permintaan cekal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang dibuat DPR, tapi malah Fahri selaku Wakil Ketua DPR menentang itu.

"Sebenarnya DPR tidak perlu protes karena kewenangan KPK mencekal seseorang yang masih dalam status sebagai saksi adalah sesuatu yang diberikan oleh UU yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden," kata Yusril.

Terlepas dari berbagai pendapat tersebut, KPK selalu bertindak berlandaskan aturan yang berlaku. Hal itu ditegaskan pula oleh Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

"KPK menjalankan kewenangan sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 di Pasal 12 ayat 1. Jelas sekali di sana. Di tahap penyelidikan maupun penyidikan, KPK berwenang untuk memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan seseorang ke luar negeri," kata Febri. (dhn/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads