"Di bagian antarkandidat, Ahok menjadi kandidat yang lebih kuat penampilannya dan lebih agresif. Ahok, misalnya, tidak ragu menggunakan pilihan kata, seperti 'membohongi', 'Anda hanya berwacana', dan lain-lain," kata Rico ketika berbincang dengan detikcom, Kamis (13/4/2017).
Rico berujar Ahok dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, pada awal perdebatan cenderung melontarkan kalimat-kalimat yang bersifat klarifikasi dan justifikasi, prestasi, serta pembuktian hasil kerja mereka selama memimpin Ibu Kota. Ahok-Djarot, menurutnya, juga berupaya meyakinkan gaya kepemimpinan mereka yang lembut.
"Di awal, Ahok-Djarot terlihat memfokuskan debat pada hal, pertama, klarifikasi dan justifikasi. Kedua, klaim keberhasilan dan kerja, bukan hanya janji. Ketiga, reduksi citra keras dan kurang bersahabat dengan gaya dan pilihan yang lebih soft," Rico menganalisis.
Rico menjelaskan salah satu momen Ahok menjustifikasi dan mengklarifikasi adalah saat dirinya berkata tidak semua anggota DPRD bermasalah terkait dengan anggaran. "Ini tentu agak berbeda dengan ucapan Ahok saat bernegosiasi dengan politisi Kebon Sirih (anggota DPRD DKI, red) beberapa waktu lalu. Ahok mengecam bahwa anggota DPRD bisa macam-macam hingga ancaman untuk memangkas tunjangan DPRD," tutur Rico.
Masih berdasarkan pengamatan Rico, pasangan Anies dan Sandiaga Uno juga tak kalah agresif. Keduanya menyerang Ahok-Djarot menggunakan pengalaman dan nasib tak menguntungkan warga. Anies-Sandi kompak bercerita tentang keluhan-keluhan warga yang ia dapatkan selama melakukan kampanye di lapangan.
"Sementara Anies-Sandi tampak lebih halus di awal-awal, mengklaim bukti kerja dengan contoh-contoh (usaha, red) mikro . Menyerang kebijakan petahana dengan menjadikan person yang ditemui di sepanjang kampanye sebagai referensi," ucap dia.
"Menurut saya, di ronde-ronde awal Anies-Sandi agak leading, tapi di ronde akhir saya yakin Ahok justru lebih kuat," tutur Rico. (aud/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini