Bukan hanya jemaat dari desa-desa di Larantuka yang menikmati perayaan itu, peziarah dari penjuru nusantara dan turis mancanegara pun datang untuk menyaksikan kemeriahan ritual Paskah di Larantuka.
Menjelang acara puncak Semana Santa pada Kamis, 14 April 2017, umat di Kapela Tuhan Meninu, Kelurahan Sarotari menggelar ritual Perpetu yang artinya, petugas Mardomu pada tahun sebelumnya yang tetap melayani Tuhan dengan membakar lilin di dalam gereja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mikael, sebelum upacara prosesi laut, panitia juga melakukan ritual Tikam Turo (pasang lilin) sepanjang area yang akan dilintasi umat saat perarakan patung.
"Persiapan sudah dimulai sejak lima minggu sebelum Paskah setiap hari Rabu," kata Mikael.
Foto: Petrus Ola/detikcom |
Kapela Tuan Ana merupakan salah satu tempat yang penting dalam prosesi ritual Paskah di Larantuka. Di sini lah, patung Tuan Ana (Yesus) yang dianggap sakral diletakkan di dalam keranda di ruang klausur tertutup. Patung Tuan Ana hanya "keluar" dari persemayaman saat Paskah, setelah "dijemput" oleh Tuan Ma (Bunda Maria) yang bersemayam di Kapela Tuan Ma, tak jauh dari Kapela Tuan Ana.
Patung Tuan Ana dan Tuan Ma nantinya akan diarak menuju Gereja Katedral Renha Rosari Larantuka saat Jumat Agung, prosesi yang disebut masyarakat Larantuka sebagai Semana Santa.
Di Kapela Tuan Ma, yang masih menggunakan Bahasa Portugis untuk berdoa, meja-meja kecil untuk mengaji dan meletakkan lilin sudah tersusun rapi. Di tempat Patung Tuan Ma disemayamkan itu, mardomu melantunkan kidung pujian bagi Yesus dan Bunda Maria setiap malam.
Rabu Trewa
Saat Rabu Trewa tiba, usai melakukan misa warga Larantuka bersiap dengan ritual membuat bunyi-bunyian, pertanda saat berduka menjelang hari kematian Yesus Kristus. Pada malam Rabu Terbelenggu itu, warga mengenang peristiwa saat Yesus dibelenggu tentara Romawi lalu diseret mengelilingi Kota Nazareth setelah ditangkap akibat pengkhianatan muridnya, Yudas Iskariot.
"Warga membuat bunyi-bunyian dengan peralatan apa saja yang bisa menimbulkan bebunyian," ujar Mikael.
Malam ini untuk terakhir kalinya warga diizinkan membuat bebunyian atau memasang musik, sesudahnya bunyi-bunyian dilarang. Keesokan harinya, suasana di Larantuka akan sepi, tanpa bunyi-bunyian. Menurut kepercayaan di Larantuka, warga bahkan tidak boleh mengangkat kakinya, tidak boleh naik pohon, memotong kayu dan membawa kendaraan dengan kencang pada saat itu.
Pada Kamis Putih itu, jemaat mengenang penderitaan Yesus di tiang salib. Mereka melakukan misa pagi di Gereja Katedral Renha Rosari. Hingga pada puncak acara pada Jumat Agung (14/4/2017).
(try/try)












































Foto: Petrus Ola/detikcom