"Terdakwa selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai seluruhnya sebesar Rp 55.564.245.812," ucap jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Surabaya, Selasa (11/4/2017).
Total uang itu diterima Bambang dalam beberapa tahap melalui beberapa orang. Rinciannya uang yang diterima Bambang yaitu melalui Purwanto Anggoro Rahayu (Kepala Dinas PU Madiun), Suparni, dan Sadikun sebesar Rp 43.948.445.812, melalui Totok Sugiarto sebesar Rp 1.124.000.000, melalui Gembong Kusdwiarto sebesar Rp 3.753.000.000, dan melalui Sri Wahyuni sebesar Rp 6.738.800.000.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, uang yang berasal dari Totok dan Gembong berasal dari pengurusan izin prinsip di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Pemerintah Kota Madiun. Lalu, uang dari Sri Wahyuni berasal dari 33 SKPD (satuan kerja perangkat daerah) Madiun dari tahun 2009-2015.
"Terdakwa juga menerima uang yang diistilahkan sebagai 'dana kebersamaan' melalui Sri Wahyudi dari pemberian 33 SKPD," ucap jaksa KPK.
Selain itu, Bambang juga menerima uang melalui Sri Wahyuni yang berasal dari hasil potongan tambahan penghasilan pegawai eselon 2 dan eselon 3 di seluruh SKPD.
Atas perbuatan Bambang, jaksa KPK menjeratnya dengan Pasal 12 B Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain itu, jaksa KPK juga menjerat Bambang dengan Pasal 12 huruf i Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. (dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini