Tupperware diproduksi di bawah bendera Dart Industries Inc yang berpusat di Florida, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan oleh Earl Silas Tupper, penemu asli dari resin plastik yang digunakan dalam bahan kemasan dan berbagai produk konsumen, termasuk wadah penyimpanan makanan bersegel.
Riset Earl Tupper dimulai sejak 1950-an sehingga menghasilkan produk yang sangat terkenal di penjuru dunia. Untuk pemasaran, Tupperware menggunakan perantara atau agen yang menjual langsung ke pelanggan atau dikenal sebagai 'Tupperware Party'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, salah satu produk Tupperware adalah 'Eco Bottle" yang mulai diproduksi sejak 2011 dan dipasarkan di Argentina, Brasil, Meksiko, AS, China, India hingga Portugis. Tupperware memberikan jaminan seumur hidup bagi 'Eco Bottle' dan tercatat telah terjual 33,5 juta buah dari 2011-2014.
Di Indonesia, desain 'Eco Bottle' telah didaftarkan ke Dirjen Kekayaan Intelektual dengan Nomor Pendaftaran ID 0024 152-D. Atas hal itu, maka Tupperware memiliki hak eksklusif dan melarang orang lain tanpa persetujuan untuk memproduksinya.
Belakangan Tupperware kaget menemukan produk yang menyerupai 'Eco Bottle' dan beredar di Semarang dengan merek 'Biolife". Pihak Dart Industries Inc lalu melacak keberadaaan dan peredaran barang tersebut.
Setelah dilakukan investigasi, maka disusunlah gugatan kepada dua perusahaan dan empat perorangan yang memproduksinya. Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Pihak Tupperware menilai Biolife memiliki persamaan dengan 'Eco Bottle" seperti di konfigurasi ulir penutup, lekukan simetris 4 sudut dari perspektif atas botol, dan pola konfigurasi lingkaran di bagian tengah.
Namun apa kata PN Semarang?
"Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima," ujar majelis hakim sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Selasa (11/4/2017).
Majelis menilai gugatan pihak Tupperware karena gugatan prematur. Sebab para tergugat ternyata adalah orang yang memasarkan 'Biolife' dan sama sekali tidak memproduksi atas suatu barang yang disengketakan.
"Maka gugatan penggugat salah alamat dan tidak lengkap," putus majelis yang diketuai Edy Suwantoi dengan anggota Pudjo Hunggul HW dan Bambang Setiyanto pada 27 Desember 2016 lalu. (asp/rvk)