Sungai Malibaka punya sifat tak terduga. Kadang tenang, namun kadang juga menyentak. Padahal para pelintas batas Indonesia-Timor Leste harus melewati sungai ini.
Sungai ini menjadi tanda batas kedua negara, terutama di Turiskain, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Di kawasan ini, sungai menjadi zona netral yang harus dilewati warga perbatasan bila ingin melintas antarnegara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sejak pagi hari teramati, orang-orang dari arah Maliana, Distrik Bobonaro, Timor Leste, yang menyeberangi sungai ini rela berbasah-basahan untuk mencapai Pasar Turiskain. Tak hanya orang dewasa, ada pula anak kecil. Dari arah teritori Indonesia, anak-anak juga menyeberang membawa barang ke Timor Leste. Pemandangan seperti ini terus saja berlangsung sampai tengah hari, saat pintu perbatasan ditutup.
"Selain untuk ke pasar, biasanya mereka nekat bila ada keperluan adat. Mereka menyeberang sambil membawa ternak babi, kambing. Ternaknya dipanggul," kata Komandan Kompi Satgas Kipur Dua, Yonif Raider 641, Letnan Satu Sidiq Tri Kuncoro, di tepian sungai.
![]() |
Bagi personel Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan, pemandangan demikian bukan hal aneh. Bahkan kabar orang hanyut di Malibaka juga bukan hal aneh di telinga masyarakat setempat.
"Di sini tiap tahun ada yang meninggal," kata dia.
Bulan lalu, ada sepasang suami-istri yang sedang mencari kayu hanyut di sungai ini dan akhirnya meninggal dunia, tepatnya di daerah Asulait, Tasifeto Timur, Belu. Arus sungai memang tak bisa ditebak.
"Banjir kadang-kadang mendadak. Kita tidak tahu kapan air deras datang dari daerah pegunungan," kata Sidiq.
Ada kalanya sungai ini berarus deras. Pada pengujung 2016, musim hujan membuat Sungai Malibaka meluap sampai ke tepian. Peristiwa itu membuat pos kecil milik tentara perbatasan dipindah dari tepi sungai ke daerah yang lebih aman, sekitar 80 meter ke arah daratan.
![]() |
Meski penuh risiko, toh tetap banyak orang yang melintasi sungai ini. Para pelintas batas merasa aktivitas ini sebagai bagian dari keseharian biasa. Tentu langkah mereka tetap berhati-hati, kadang ada yang sambil menggendong anak atau memanggul barang.
"Sudah biasa lewat sungai begini. Saya mau ke pasar membeli pakaian, mainan anak-anak juga," kata Pata (30), warga Maliana, Bobonaro, Timor Leste, yang mengajak anak-istrinya menyeberangi sungai dengan berjalan kaki.
Maklum, harga-harga barang di Pasar Turiskain lebih murah ketimbang yang dijual di Pasar Maliana, Timor Leste. Mereka sebenarnya tidak menikmati aktivitas berbahaya ini. Bila ada jembatan, tentu mereka bakal lewat jembatan. Namun pilihan demikian belum ada.
"Ini jembatan harus dibangun, supaya masyarakat lancar menyeberang," kata Deni Samborges (17), warga Turiskain.
Pernah terdengar di Turiskain, rencana pembangunan jembatan supaya aktivitas di sekitar Pos Perbatasan Turiskain ini lebih aman. Namun hingga kini rencana itu belum terealisasi. Tentu pembangunan ini juga harus dikoordinasikan dengan pihak Timor Leste.
![]() |
"Ada kabar dua tahun lalu, membangun jembatan. Tapi ini juga tergantung pihak yang di sana (otoritas Timor Leste)," kata Kasie Pemerintahan Kecamatan Raihat, Vasco de Araujo, di Pos Satgas Pamtas Turiskain, tak jauh dari pasar.
Simak terus cerita tentang daerah terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com (dnu/jor)