"Kami mengutuk keras penggunaan senjata kimia di Suriah dan meminta pihak-pihak yang terlibat pada penggunaan senjata kimia beberapa waktu lalu untuk diajukan ke Mahkamah Internasional," kata Meutya melalui keterangan tertulis, Minggu (9/4/2017).
Ketua Bidang Luar Negeri DPP Partai Golkar ini menambahkan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri harus terus mendorong penyelesaian konflik Suriah melalui kerangka dialog inklusif. Pemerintah melalui Kemenlu juga didorong meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil langkah dalam menyelesaikan konflik Suriah.
Menurut Meutya, kurangnya keterlibatan PBB dalam konflik Suriah akan membuat krisis ini terus berlanjut. "Selama ini, penyelesaian konflik Suriah lebih banyak dilakukan oleh pihak negara atau koalisi negara, seperti koalisi Amerika Serikat, Inggris, Arab Saudi, serta koalisi Rusia, Iran, dan China. Pemerintah Indonesia harus menyuarakan keterlibatan PBB yang lebih besar dalam krisis Suriah. PBB jangan hanya membantu penempatan para pengungsi melalui UNHCR, tetapi juga mengusahakan penyelesaian Krisis Suriah," tutur Meutya.
Dia menyebut, jika tidak ada tindakan dari Dewan Keamanan PBB, Indonesia harus mendorong reformasi di lembaga PBB. "Memang bukan hal yang mudah. Namun Indonesia mempunyai kerangka kerja sama yang terjalin cukup baik, seperti Konferensi Asia-Afrika (KAA) dan Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam (OKI)," kata Meutya.
Sebelumnya, pada 4 April 2017, 35 warga sipil, termasuk 9 anak-anak, tewas dalam serangan udara yang terjadi di Suriah. Serangan tersebut dilakukan dengan melepas gas beracun di Kota Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, Suriah, yang dikuasai kelompok pemberontak. Hingga saat ini, belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas terjadinya serangan yang mematikan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mendesak PBB segera menyelesaikan konflik di Suriah.
"Indonesia mendesak PBB untuk segera menyelesaikan konflik di Suriah," ujar jubir Kemlu Arrmanatha Nasir dalam perbincangan, Minggu (9/4).
"Posisi Indonesia terkait dengan aksi unilateral selalu prihatin dengan tindakan unilateral yang tidak disetujui oleh Dewan Keamanan PBB. Kita tidak menolak, tidak melarang, tidak pula mendukung, tapi kita prihatin," tutur pria yang akrab disapa Tata ini. (erd/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini