"Untuk program integrasi KWK 05, antusias masyarakat atau pelanggan dari sini cukup bagus. Kebetulan tadi pagi kita dapat jatah dari 05.00 WIB sampai 09.00 WIB di dalam loket kita dapat sampai 8 kartu. Dan di luar yang jemput bola kita dapat mencapai 23 kartu," kata Sofyan selaku Koordinator Penjualan ketika ditemui di Jalan Enggano, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/4/2017).
Sementara untuk penjualan di shift kedua di pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB ini Sofryan belum mendapatkan data sepenuhnya. Sebab, para petugas masih beroperasi di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan semenjak kebijakan ini diluncurkan pada Sabtu (1/4) lalu, penjualan kartu memang dilakukan di halte dan di dalam KWK. Saat ini ada sebanyak 15 petugas yang menjual langsung kartu tersebut di dalam KWK.
"Untuk petugas yang menjual di dalam KWK, dari kemarin kita kerahkan 15 sampai 20 petugas. Mereka juga akan melalukan sosialisasi kepada penumpang tentang adanya kartu ini," ucapnya.
Dia mengatakan, dari program integrasi ini berlaku efektif sudah sejak Senin (3/4) lalu. Mayoritas penumpang banyak yang belum tahu. Namun, ketika mereka mengetahui kartu tersebut dapat dibeli senilai Rp 15.000 untuk sebulan, banyak.penumpang yang tertarik.
"Untuk tahap awal, sementara ini di Jakut cuma ada di Halte Enggano dan di Jaktim ada di Halte PGC 2. Untuk di Jakut, baru ada 9 angkot (angkutan kota) yang memasang stiker integrasi. Angkot 05 jurusan Tanjung Priok menuju daerah Turi," ungkapnya.
Antusiasme pelanggan ini nyatanya berbanding terbalik dengan respons dari para sopir angkot. Hal ini utamanya dialami oleh sopir yang tidak memiliki angkot alias sopir tembak.
Salah seorang sopir KWK 05 bernama Rendra Wijaya mengapresiasi adanya integrasi ini. Menurutnya harga yang dipasang ini cukup terjangkau bagi para penumpang. Namun, di sisi lain, Rendra bersama sopir KWK 05 masih menimbang benefit yang akan didapatnya seperti sopir lainnya.
"Kita mendukung tapi nggak mendukung. Kita mendukung, soalnya (harga) terjangkau untuk masyarakat bawah. Cuma nggak ketahuan mendukung untuk kitanya berapa. Kita belum tahu berapa-berapanya (yang akan didapat sopir). Kalau kita tahu dapatnya berapa-berapa, baru enak sama enak," ungkapnya.
Rendra mengatakan sebelum adanya integrasi KWK dengan TransJ, para sopir setidaknya dapat mengantongi ongkos penumpang sebesar Rp 150 ribu. Pasca-integrasi ini, Rendra yang merupakan sopir tembak diminta untuk menyetor Rp 500 ribu.
Dia berpendapat, hilangnya pembayaran secara tunai ini membuatnya cemas. Sebab, pemberlakuan operasi integrasi pada pukul 05.00-09.00 WIB dan 16.00-20.00 WIB merupakan jam utama pengguna angkotnya. Ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mengkaji ulang kebijakan ini.
"Sebaiknya, tolong kaji ulang lah. Kalau merugikan sopir di jalan sehari-hari yang merasakan panas sehari-hari, tolong kaji ulang. Apalagi dengan jam 09.00 WIB dan jam 16.00 WIB sore ini. Apalagi kelebihan kita ini di jam itu. Kita untuk kelebihan bensin dan kelebihan kita. Itu jam pahit. Jam susah kita," katanya mengadu.
Pantauan di lapangan, angkot 05 ini dilarang menunggu penumpang (mengetem) di Terminal Tanjung Priok. Mereka diminta untuk menarik angkotnya meskipun dalam kondisi kosong.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjadmoko mengatakan sopir-sopir itu akan diberi subsidi public service obligation (PSO) dari TransJ sebesar Rp 206.060. Angka tersebut untuk menutupi biaya operasional harian kendaraan atau cost recovery.
"Sopir angkot dari yang tadinya menutupi setoran harian, nanti tidak lagi berpikir biaya bensin, mesin, servis," kata Sigit, melalui sambungan telepon, Rabu (5/4). (jbr/rvk)