MA Ambil Sumpah Ketua DPD, Senator Lampung: Itu Ludah Ditelan Lagi

MA Ambil Sumpah Ketua DPD, Senator Lampung: Itu Ludah Ditelan Lagi

Elza Astari Retaduari - detikNews
Rabu, 05 Apr 2017 11:49 WIB
MA mengambil sumpah pimpinan DPD baru / Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membatalkan tatib pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD. Meski begitu, MA tetap melantik pimpinan baru DPD di mana pemilihannya menggunakan tatib yang dibatalkan tersebut. Hal itu mendapat kritik dari internal DPD.

"Kok bisa ada pelantikan oleh MA sementara MA seminggu sebelumnya baru keluarkan putusan bahwa pemilihan pimpinan baru berdasarkan tatib yang menyebut masa jabatan 2,5 tahun itu tidak boleh diberlakukan," ungkap Anggota DPD, Anang Prihantoro dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (5/4/2017).

Anang sendiri merupakan salah satu senator yang menggugat tatib DPD itu. MA membatalkan tatib yang mengubah masa jabatan pimpinan DPD dari 5 menjadi 2,5 tahun melalui putusan Nomor 38P/HUM/2016 dan No 20P/HUM/2017.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan tersebut dihiraukan dan DPD tetap melangsungkan pemilihan pimpinan DPD dan memenangkan Oesman Sapta Odang sebagai ketua. Walau telah membatalkan tatib tersebut, MA tetap mengambil sumpah Oesman dan serta wakilnya, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.



"Kalau MA sendiri melaksanakan pelantikan dengan kata lain merestui, ini bahasa saya ludah ditelan lagi. Atau ada apa di MA? Ini saya nggak ngerti, para pakar menurut saya harus mencermati, ini fenomena atau kebrutalan yang dilegalisasi," ujar Anang.

Pelantikan Oesman menuai perlawanan. GKR Hemas dan Farouk Muhammad tetap menyatakan sebagai Wakil Ketua DPD periode 2014-2019 sesuai aturan sebelumnya karena tatib pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD telah dibatalkan oleh MA. Anang mengaku dia bersama pihak kontra tatib tengah mengkaji dan akan melakukan upaya terkait perihal ini.

"Ini pertanyaan besar, ada apa dengan MA? Kok putusannya dilanggar sendiri? Ada apa ini? Ini posisinya ada di MA, jadi puncak pusat perhatian kita ada di MA, kok ada seperti ini, baru setelah itu ada langkah. Kita ada lawyer, ada tim. Saya nggak sendirian," tegas senator Lampung itu.

Bukan hanya Anang saja yang mempertanyakan independensi MA. Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR), Erwin Nastomal menilai MA sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, justru tidak menjunjung tinggi idiologi hukum. Bahkan MA dinilai takut dengan kekuatan politik daripada hukum.

"Tindakan MA yang menyumpah DPD yang notabene telah melanggar putusannya telah meludahi hakikat lembaga peradilan," ucap Erwin, Rabu (5/4).

"Lembaga ini sedang membuang jauh-jauh prinsip rule of law dengan menggantinya dengan rule by power. Gejala semacam ini biasanya terjadi pada negara-negara yang gagal," lanjutnya. (elz/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads