Keempat pelaku berkomplot hingga menyebabkan kerugian perusahaan tersebut hingga Rp 4 miliar lebih. Apa saja peran mereka?
Otak sindikat pembobol situs ini ialah SH (19). Lelaki kelahiran Jakarta ini nyatanya hanya lulusan SMP. Dia belajar retas situs secara autodidak dari internet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudara SH berhasil membobol lebih dari 4.600 situs. Di antaranya situs milik Polri, pemerintah pusat dan daerah, situs ojek online dan beberapa situs di luar negeri," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto di kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (30/3) lalu.
Dalam kasus ini, SH berperan meretas server agen travel tiket.com bersama pelaku MKU. Kemudian mereka mengakses secara ilegal server Citilink dengan menggunakan user name dan password milik tiket.com. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kode booking tiket pesawat.
"Tersangka SH meretas sistem pada aplikasi tiket.com untuk memesan sejumlah tiket. Setelah mendapatkan kode booking, dia bersama tiga pelaku lainnya menjual kembali tiket tersebut," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran lewat keterangan tertulisnya.
Sementara itu, pelaku AI bertugas meng-input data permintaan pemesanan tiket pesawat Citilink dari pembeli. Selanjutnya, data dimasukkan ke dalam aplikasi pembelian tiket pesawat yang sudah dibuka oleh MKU dan SH.
Pelaku terakhir, NTM, bertugas mencari pembeli tiket pesawat. Dia menggunakan akun Facebook "NOKEYS DHOSITE KASHIR" sebagai sarana komunikasi dengan calon pembeli.
"Setelah mendapatkan data pembeli, NTM menyerahkan kepada tersangka AI untuk di-input ke dalam aplikasi pembelian tiket pesawat yang sebelumnya sudah dibuka oleh tersangka MKU. Selanjutnya, setelah mendapatkan kode booking pesawat, tersangka memberikan kepada pembeli tiket pesawat," tuturnya.
Kasus ini dilaporkan oleh PT Global Networking (tiket.com) selaku pemilik situs tiket.com pada 11 November 2016. Akun mereka dipakai sejak tanggal 11 sampai 27 Oktober 2016. Setelah sadar, mereka membatalkan tiket yang belum terbang dan dilakukan refund sehingga kerugian yang dialami sebesar Rp 1,9 miliar.
Dari para pelaku, polisi menyita 7 unit ponsel, 3 buah kartu ATM, 2 buah SIM, 2 buah KTP, 2 unit laptop, serta tabungan dengan saldo sebesar Rp 212 juta. Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 46 Ayat (1), (2), dan (3) juncto Pasal 30 ayat (1), (2), dan (3) dan/atau Pasal 51 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 35 dan/atau Pasal 36 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (jbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini