LeIP: Celaka Banget yang Ngeyel Putusan MA Itu DPD

LeIP: Celaka Banget yang Ngeyel Putusan MA Itu DPD

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Selasa, 04 Apr 2017 13:40 WIB
Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Astriyani menilai sikapDPD yang tidak patuh terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) bukti demokrasi di Indonesia belum matang. Sebab, dalam permohonan uji materi yang diajukan sudah jelas apa yang harus dilakukan DPD.

"Sebaiknya ya, memang DPD mengikuti putusan MA sebagai lembaga negara yang memang memiliki kewenangan memutus judicial review," ujar Astriyani kepada detikcom, Selasa (4/4/2017).

Terlepas pada akhirnya Oesman Sapta Odang pada akhirnya terpilih dengan secara dalam pemilihan ulang Senin (3/4) kemarin, Astriyani melihat alasannya kocok ulang karena ada salah ketik tidak subtansial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harusnya pemilihan kemarin tidak perlu ada, bedakan ya antara sah dan tidak dengan tidak perlu ada," sambung Astriyani.

Astriyani mengatakan kalau dengan ada putusan MA saja DPD tidak hormat dan tunduk terhadap putusan lembaga peradilan, lalu buat apa ada sistem hukum dan ketatanegaraan dalam negara yang demokrasi Indonesia.

"Semua putusan MA yang harusnya mengikat para pihak," cetus Astriyani.

Asrtiyani menjelaskan tidak sedikit lembaga atau badan yang melakukan judicial review, tidak menghormati putusan MA. Sehingga ketika putusan itu tidak menunjukan keberpihakan, maka putusan itu tidak dipatuhi.

"Sementara sisi lain, MA ini tidak punya organ yang bisa memaksa para pihak yang terutama di perkara uji materi dan TUN untuk melaksanakan atau mengikuti putusan. Celaka banget kalau yang ngeyel atas putusan MA itu lembaga negara macam DPD, karena untuk menghormati kewenangan lembaga lain saja, harus dipaksa-paksa," pungkas Astriyani.

Sebagaimana diketahui, MA memutuskan periode pimpinan DPD adalah selama 5 tahun. MA kemudian membatalkan aturan yang menyatakan periode pimpinan DPD per 2,5 tahun. Namun, dalam putusa perkara Nomor 20 P HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi:

Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.

Adapun kesalahan di Perkara Nomor 38 P/HUM/2016, terdapat 'kesalahan' pengetikan yaitu amar:

Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Tata Tertib. (edo/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads