Tapi apa nyana, putusan itu terdapat kesalahan fatal di amar putusan. Dalam perkara Nomor 20 P HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi:
Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun kesalahan di Perkara Nomor 38 P/HUM/2016, terdapat 'kesalahan' pengetikan yaitu amar:
Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Tata Tertib.
Di perkara Nomor 38 di atas, mengapa yang diperintahkan mencabut malah DPRD? Padahal, yang diperkarakan adalah DPD.
![]() |
Kedua perkara di atas diadili oleh hakim agung Supandi dengan anggota hakim agung Irfan Fachruddin dan hakim agung Yosran. Salah ketik ini merupakan kesalahan untuk kesekian kalinya yang dilakukan Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya, kesalahan ketik yang membuat geger jagat hukum adalah kesalahan ketik putusan Yayasan Supersemar. Akhirnya, kesalahan itu diperbaiki dengan cara jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK).
Baca Juga:
Beragam Salah Ketik Dalam Putusan MA
Salah ketik itu diprotes anggota DPD Nono Sampono, yang menyebut putusan itu salah subjek dan objek hukum.
"Salah objek dan subjek hukum. Kalau kita bacakan setebal ini, isinya tuntutan pemohon 95 persen copy-paste, MA mengikuti isi tuntutan dari pengacara atas nama pemohon, titik koma garis miring lengkap (ditiru). Kalau memang iya, ini kriminal. Akan kami laporkan ke Bareskrim," ujar Nono dalam acara diskusi publik Perspektif Indonesia bertajuk 'DPD Pasca Putusan MA' di Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat, Sabtu (1/4/2017). (asp/imk)