Tim rescue dan edukasi komunitas pencinta reptil, Aspera, Arbi Krishna mengatakan penglihatan ular sangat buruk. Dia tidak bisa membedakan secara kasatmata antara hewan dan manusia untuk dimangsanya. Dia memangsa berdasarkan suhu tubuh korbannya.
"Sebenarnya kondisi ular itu tidak bisa membedakan mana mangsa yang sesungguhnya, apakah babi, kelinci, kerbau, atau yang lain. Karena piton ini memburu mangsanya menggunakan sensor panas, matanya kurang baik. Segala sesuatu yang tubuhnya panas dia anggap itu adalah mangsa, ancaman buat dia," kata Arbi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (30/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke soal Akbar yang ditelan piton di Mamuju. Arbi mengatakan sebenarnya kasus ular menelan manusia sangat jarang terjadi. Sebab, pada dasarnya ular takut kepada manusia. Namun, jika merasa dalam kondisi terancam, ular akan agresif dan melakukan penyerangan untuk mempertahankan diri.
"Dasarnya, ular itu takut manusia. Cuma kondisinya karena orang ini sendiri di hutan sawit dan dia berpapasan sama ular, ada kemungkinan manusia yang memulai kontak duluan, atau bisa jadi kedua-duanya kaget. Karena satwa liar itu pasti nyerang," kata Arbi.
Saat menyerang manusia, ular akan melilit bagian leher korban sehingga tidak bisa bernapas. Bila dipastikan sudah tidak bernyawa, barulah korban akan ditelan perlahan.
"Korban pasti mati dulu, karena ular piton ini karakternya memakan korban yang mati. Ular menyangka manusia ini adalah mangsa yang melawan. Biasanya ada battle (perlawanan, red) dulu. Lilitan ular itu bukan untuk meremukkan, tetapi untuk mematikan saja. Menghentikan saluran pernapasan," tuturnya.
Arbi mengatakan, jika bisa sampai menelan korbannya, artinya ular tersebut dalam keadaan nyaman. "Kalau kondisinya sampai ditelan, artinya ular dalam keadaan nyaman, tidak stres. Kalau dia cuma membunuh saja, tidak sampai ditelan dan ditinggal, artinya dia stres dan untuk mempertahankan diri saja," ucapnya. (jor/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini