Lewat konferensi pers di Gedung KPK, Jl Kuningan Persada Belakang, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (30/03/2017) sore, Busyro mengingatkan bahwa wacana revisi ini sudah pernah ditahan oleh Presiden Joko Widodo pada Februari 2016. Saat itu ada lima pasal yang direvisi DPR dan diajukan lewat prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kami berterima kasih pada presiden dulu pernah menunda. Tapi bahkan menyatakan UU ini bukan ditunda, tapi di-drop aja," ujar Busyro Muqoddas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Ini) Justru melemahkan dan memutilasi sistem KPK," celetuk Busyro.
Menurutnya DPR terlalu memaksakan diri dengan menyosialisasikan rencana tersebut. Ditambah pilihan waktu yang menurutnya salah.
"Kalau DPR memaksakan untuk sosialisasi, itu perbuatan yang sia-sia. Toh dari kunjungan-kunjungan yang dilakukannya itu tak satu pun mendukung. Semuanya menolak. Kan eman-eman waktu, duit, dan sebagainya," kata Busyro.
Revisi UU KPK sejatinya juga diperlukan. Namun ada langkah-langkah normatif lain yang perlu jadi prioritas.DPR yang kini anggotanya sedang tersandung megakorupsi e-KTP menurut Busyro telah memilih waktu yang rawan dicurigai.
"Timing-nya juga gak tepat, kalau memang tujuannya memperkuat KPK. Nanti saja, didahului dengan revisi dulu UU Tipikor, UU Hukum Pidana, KUHAP UU Hukum Pidana, baru yang terakhir UU KPK," tegasnya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh WP KPK yang diketuai Novel Baswedan, turut hadir pula Abraham Samad, Suharsono, Imam Prasodjo, Laode Muhammad Syarif, Basaria Pandjaitan, dan ketua KPK Agus Rahardjo. Namun sayangnya, Agus tak tampak dalam jumpa pers.
(jor/jbr)











































