Menurut Yohan Misero dari LBH Masyarakat, regulasi UU Narkotika sudah sangat kompleks dan meletakkannya dalam aturan pidana secara terpisah justru akan membuat kekacauan hukum pada taraf implementasi.
"Regulasi yang sudah kompleks ini akan menjadi tidak komprehensif dan rawan akan kekacauan hukum. Karena akan memperumit regulasi yang sudah ada, di mana hanya akan meningkatkan stigma pengguna narkoba sudah 'evil from before' dan disamakan dengan tindak pidana lainnya," papar Yohan di Kekini Cafe, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya pemerintah dan BNN mengubah strategi untuk permasalahan narkoba. Betul Indonesia sudah menjadi 'Rambo' bagi narkoba dengan hukuman matinya, dan bukan pula ditujukan ke pengguna narkoba yang seharusnya direhabilitasi," ujar Alfiana.
Dalam penelitiannya, Alfiana menyebut kasus narkoba menjadi penyumbang terbesar overkapasitasnya lapas dan rutan. Bahkan, dari 66 ribu kapasitas rutan dan lapas pada tahun 2016, 119 ribunya merupakan kasus narkotika.
"Ada 119.161 kasus narkotika dan berbanding jauh dengan kapasitas rutan atau lapas yang hanya bisa menampung 66 ribu saja. Alih-alih memenuhi target merehabilitasi 1.000 pengguna narkoba, malah menjadikan pengguna narkoba sebagai target untuk dipidana," pungkasnya. (adf/asp)