"Bengkulu adalah korban ketimpangan di Indonesia. Penyebab utamanya adalah minimnya informasi tentang Bengkulu. Dampak yang serius adalah Bengkulu jadi daerah termiskin di Sumatera," ungkap Ridwan memulai audiensinya di ruang rapat pimpinan DPD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Ridwan menyebut, pada awal kepemimpinannya, angka kemiskinan di Bengkulu mencapai 18 persen. Namun saat ini sudah menurun 1 persen. Kondisinya ini jauh dari rata-rata kemiskinan nasional, yang berada di kisaran 10 persen. Bahkan ada beberapa kabupaten di Bengkulu yang angka kemiskinannya 20 persen lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah potret ketimpangan. Yang paling mendesak, Bengkulu ini sangat terisolasi, berada di pesisir barat Sumatera. Ekonomi tersedot di sisi timur Sumatera. Bahkan tol di sana, Selat Malaka. Mungkin di barat dikiranya tidak ada orang," imbuhnya.
Pemprov menyebut perekonomian tersedot di pesisir timur Sumatera karena memang di wilayah pesisir barat tidak ada aksesnya. Kurangnya akses di pesisir barat, khususnya Bengkulu, karena adanya kawasan konversi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di bawah perlindungan UNESCO.
"Akses ke mereka tidak ada, sehingga logistik yang ada tidak mungkin terbawa jalur ke pesisir barat, padahal jaraknya lebih dekat dibanding ke pesisir timur. Kenapa tidak ada akses? Karena ada hutan lindung. UNESCO harus melindungi kepentingan dunia yang lebih penting daripada masyarakat Bengkulu," sebut Ridwan.
Wilayah Bengkulu berbatasan dengan Sumatera Barat, Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, dan Samudra Hindia untuk perairannya. Saat ini di Bengkulu hanya ada lima akses jalan dengan provinsi tetangga, itu pun kondisinya memprihatinkan.
"Kami harap bisa dibuka setidaknya 10 akses.
"Jika dibuka dengan akses provinsi tetangga, kami yakin Bengkulu mampu membuat pelabuhan yang luar biasa," kata dia.
Pemprov Bengkulu pun berharap pemerintah mau mengakomodasi pembukaan lima akses jalan lain melalui wilayah kabupaten-kabupatennya. Lima akses itu pun diharapkan bisa beralih dari akses daerah menjadi jalur nasional.
"Jalur tol pemerintah itu ada di pesisir timur. Kita nggak minta dibangun tol, tapi paling tidak ada feeder dengan provinsi lain. Dengan LHK pada 4 akses, dengan PU 5 akses. Jalan di Bengkulu total ada 7.700 kilometer, baik jalan nasional maupun kabupaten. Yang nasional hanya 600 sekian km, nggak sampai 10 persennya. Di Jambi, apalagi Jawa, 30 persen itu nasional," beber Ridwan.
Untuk itu, ada dua poin yang diajukan oleh Pemprov Bengkulu terkait dibukanya akses dengan tujuan untuk mengentaskan warga dari kemiskinan dan ketertinggalan akibat keterisolasian daerah. Pertama adalah meminta diberi izin pembukaan akses di kawasan konservasi dan peningkatan status jalan, terutama di Kabupaten Lebong, yang sama sekali tidak memiliki jalur nasional.
"Melalui dua poin ini, diharapkan bisa menggerakkan ekonomi di Bengkulu dan menggerakkan logistik Sumatera ke pesisir barat. Kami juga berterima kasih kepada Presiden, pesisir barat masuk akses tol laut," ucap dia.
"Ini akan berujung pesisir barat jadi perlintasan perairan nasional. Untuk itu, kami membutuhkan feeder-feeder jalan dari provinsi tetangga untuk memperkuat logistik di Sumatera," sambung Ridwan.
Dalam audiensi ini, Gubernur Lampung membawa serta Bupati Lebong Rosjonsyah Sahili, Bupati Bengkulu Utara Mian, dan sejumlah SKPD terkait. DPD juga turut mengundang stakeholder pemerintah terkait, yakni perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Ini untuk membuka keterisolasian di Bengkulu. Seharusnya ada dari UNESCO juga. Kita tahu kondisi Bengkulu sangat memprihatinkan. Kalau tidak ada perhatian dari kita semua, sulit untuk Bengkulu mengejar ketertinggalan dari provinsi lain," tutur Ketua DPD M Saleh, yang memfasilitasi audiensi ini.
"Bahkan provinsi di bagian barat Indonesia sekarang lebih maju dari Bengkulu saat ini," lanjut senator asal Bengkulu itu. (elz/imk)