Mangindaan: Fanatisme Daerah Belum Hilang, Paham Kebinekaan Kurang

Mangindaan: Fanatisme Daerah Belum Hilang, Paham Kebinekaan Kurang

Hary Lukita Wardani - detikNews
Rabu, 29 Mar 2017 14:10 WIB
Mangindaan: Fanatisme Daerah Belum Hilang, Paham Kebinekaan Kurang
Foto: dok MPR
Manado - Pimpinan MPR terus mensosialisasi empat pilar kebangsaan. Kurangnya pemahaman tentang kebinekaan dan fanatisme daerah menjadi salah satu faktor munculnya permasalahan bangsa saat ini.

"Daerah saat ini sudah otonomi dan APBN juga sudah lebih banyak ke daerah, tapi fanatisme kedaerahan belum juga menghilang. Contoh, untuk memilih kepala daerah harus orang asli daerah tersebut. Padahal kalau dilihat banyak yang lebih bagus dan kurangnya pemahaman kebinekaan dan kemajemukan jadi seperti itu," Wakil Ketua MPR RI Evert Erenst (EE) Mangindaan.

Mangindaan mengatakan hal itu saat mensosialisasi empat pilar di Universitas Katolik De La Salle, Kota Manado, Rabu (29/3/2017). Mangindaan juga menyinggung soal Pilkada DKI putaran kedua pada 19 April dan aksi 31 Maret.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada 19 April nanti Jakarta putaran kedua bebas memilih siapa saja, sekarang jangan terpojok dengan pemikiran sendiri. Saya baru baca surat kabar ada gerakan 31 Maret apa itu, 313. Kalau bagi kita, nggak ada urusan, tapi ada saja yang begitu. Jangan sampai menjadi tidak tertib dan kebencian satu dengan lain. (Makanya persatuan) harus kita jaga," ujar politisi Demokrat ini.

Mangindaan juga menyinggung soal kasus korupsi e-KTP. Menurutnya, kasus tersebut berdampak pada proses pembuatan e-KTP di daerah.

"Pemimpin daerah dan nasional ya salah satunya harus menjaga kedaulatan rakyat. Bukan malah ketika menjadi pemimpin lupa semua dan hanya mementingkan satu golongan tertentu. Kayak kasus e-KTP yang akhirnya menghambat proses e-KTP di daerah dan merugikan banyak orang. Semua ini kita serahkan secara hukum," tuturnya.

Selain mengenalkan empat pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, sosialisasi ini dilakukan untuk menghindari paham radikal dan pengaruh globalisasi yang mulai merebak di Indonesia.

"Paham radikal masih berkeliaran (di Indonesia) dan ini salah satu alasan kenapa harus menanamkan jati diri kenegaraan. Juga globalisasi sudah sangat berpengaruh di kehidupan bangsa mana pun," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Unika De La Salle Pastor Beny Salombre mengatakan mahasiswa diliburkan untuk menghadiri acara sosialisasi tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya kesadaran untuk mengenal empat pilar kebangsaan.

"Khusus hari ini, perkuliahan diliburkan, bukan karena adanya pimpinan MPR RI. Tapi karena sosialisasi empat pilar ini sangat penting untuk mahasiswa," ujarnya.

Hadir juga dalam acara ini anggota DPD Marhany Pua dan anggota DPR Bara Krishna Hasibuan. Ratusan mahasiswa hadir untuk menyimak pemaparan sosialisasi tersebut. Selain menjadi ajang sosialisasi, acara ini digunakan untuk mendengar aspirasi.

Salah satu peserta menyampaikan aspirasinya mengenai infrastruktur jalan menuju Unika. Selain itu, rencana kampus Unika menjadi tempat wisata disampaikan.

"Saya sekalian mau berikan aspirasi untuk melebarkan jalan menuju sini (Unika De La Salle). Juga di sini sudah direncanakan untuk menjadi tempat wisata di Manado," ujar salah satu dosen Unika De La Salle.

Mendengar permohonan tersebut, Mangindaan berjanji akan menyampaikannya kepada pihak terkait, seperti Komisi II DPR RI.

"Iya nanti hal itu kita tampung dan akan kita bicarakan dengan pihak terkait," kata Mangindaan. (ega/nwy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads