Ahli: Baiknya Ikahi Evaluasi MA, Apakah Sudah Bersih dari Unsur KKN

Ahli: Baiknya Ikahi Evaluasi MA, Apakah Sudah Bersih dari Unsur KKN

Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Rabu, 29 Mar 2017 13:19 WIB
Direktur Puskapsi Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono
Jakarta - Ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono meminta Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mengevaluasi kinerja Mahkamah Agung (MA). Hal itu lebih berguna dibanding mengadu kepada Presiden Jokowi soal konsep 'share responsibility' yang ditawarkan KY.

"Ketimbang mengadu-ngadu ke sana-kemari bahwa ada lembaga yang ingin mengambil kewenangannya, ada baiknya pimpinan Ikahi juga mengevaluasi apakah selama ini MA dalam menjalankan kewenangan manajemen hakim satu atap sudah benar-benar bersih dari unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)," ujar Bayu kepada detikcom, Rabu (29/3/2017).

Bayu mengatakan perdebatan antara KY dan MA tengah dibahas di lingkup internal pemerintah dalam RUU Jabatan Hakim. Memang, bila dilihat secara etika penyelenggara, langkah Ikahi itu kurang tepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengingat UUD 1945 memang tidak mengatur secara tuntas perihal manajemen pengelolaan hakim mulai dari rekrutmen, pengangkatan, mutasi, dan promosi, maka segala opsi dalam pengelolaan manajemen hakim terbuka diatur dalam RUU Jabatan Hakim," ucapnya.

Bayu pun melihat sistem yang ditawarkan oleh KY dengan share responsibility adalah solusi akhir. Jadi kedua lembaga itu dapat memiliki kewenangan yang mengisi satu sama lain.

"Semua opsi punya dasar argumentasi yang kuat. Untuk itu, harus dihindarkan tuduhan bahwa opsi lain selain opsi satu atap, seperti dipraktikkan saat ini, adalah tindakan ingin mengambil wewenang suatu lembaga oleh lembaga lain," tutur Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.

Bayu mengatakan sistem satu atap milik MA memiliki banyak kelemahan. Terlebih, dalam proses mutasi dan promosi hakim yang seharusnya didasari kualitas dan Integritas, tapi kenyataan justru sebaliknya.

"Yang selama ini ternyata tidak dipraktikkan sungguh-sungguh. Dalam proses mutasi dan promosi hakim, unsur kedekatan dengan pimpinan dan subjektivitas pimpinan kadang masih lebih dominan," ujar Bayu.

Sebelumnya, Ketua Umum PP Ikahi Suhadi menuding KY seolah ingin mengambil sebagian kewenangan MA. Salah satu yang mereka duga adalah masalah administrasi dan finansial pengadilan.

"Ada keinginan dari lembaga tertentu, yakni KY, yang ingin mengambil masalah organisasi administrasi serta finansial dari badan peradilan untuk dikelola oleh badan lain, yakni KY, yang istilah mereka, share responsibility. Jadi minta untuk berbagi tanggung jawab dalam bahasa mereka," ujar Suhadi seusai pertemuan di kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3).

Adapun menurut KY, konsep share responsibility adalah konsep untuk memberantas budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme di pengadilan.

"Konsep 'share responsibility' digunakan KY untuk memperjuangkan manajemen hakim (bukan soal administrasi dan keuangan MA) yang akuntabel, akan tetapi agar praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses rekrutmen, penilaian, promosi atau mutasi dan sebagainya, dapat diberantas. Konsep 'share respobility' ini untuk meng-counter monopoli manajemen hakim yang diterapkan selama 17 tahun terakhir (melalui sistem 1 atap)," ujar Wakil Ketua KY Sukma Violetta. (edo/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads