Pembahasan soal open governance ini berawal dari pernyataan cagub DKI Jakarta nomor urut 3 Anies Baswedan yang menyoroti kondisi Jakarta saat ini. Menurutnya, open governance sudah diterapkan namun belum sepenuhnya berjalan.
"Sebagian sudah diadopsi. Jadi bukan belum sama sekali, tapi sudah sebagian. Tapi kita ingin mendorong untuk lebih terbuka lagi dan lebih partisipatif serta memberikan ruang kerja sama kolaborasi antara warga dengan pemerintah daerah," kata Anies dalam diskusi bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (24/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anies lupa atau pura-pura lupa bahwa dengan e-budgeting, Ahok-Djarot berhasil mengungkap skandal begal APBD yang dari tahun ke tahun merampok uang rakyat," ujar Raja Juli.
Timses Anies balik membalas. Sambil memaparkan hal-hal yang dianggap tidak terbuka di Jakarta, jubir Anies-Sandi, Naufal Firman, menepis pernyataan Raja Juli.
"Dia sebut petahana sudah lima tahun menjalankan open governance, itu keliru. Yang terjadi justru sebaliknya," kata Naufal dalam keterangannya, Minggu (26/3).
"Warga bahkan tidak tahu ada pekerjaan apa saja di kampungnya. Dan warga menceritakan itu ke Mas Anies dan Bang Sandi saat blusukan," tuturnya.
Salah satu hal yang disebut sebagai bagian dari open governance oleh kubu Ahok adalah data dan keputusan yang diunggah di situs serta video yang diunggah di YouTube oleh Pemprov DKI. Tapi, menurut Anies, open governance lebih dari itu.
"Yang disebut open governance itu juga proses partisipasinya, jadi bukan hanya teknologi yang bisa diakses warga. Jadi kenapa terbuka, karena informasinya juga diketahui masyarakat," ujar Anies di Jl Batu Ampar III, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (26/3).
Pernyataan Anies ini kembali ditepis oleh tim Ahok. Raja Juli mengatakan konsep Anies soal open governance masih mentah bila hanya sebatas partisipasi warga.
"Mengenai open governance dan partisipasi warga, mestinya Anies membuat riset kecil-kecilan. Masuk ke website Pemprov DKI Jakarta, http://musrenbang.jakarta.go.id/. Website ini adalah media di mana setiap warga dapat berpartisipasi aktif mengusulkan ide-ide brilian mereka mengenai pembangunan di komunitas mereka. Mereka dapat 'mengawal' ide-ide mereka tersebut," tutur dia.
Konsep Anies dibilang mentah, timses angkat bicara. Ketua timses Anies-Sandi, Mardani Ali Sera, menyindir program Musrenbang Pemprov DKI belum efektif dan konsep Anies jauh lebih terstruktur.
"Prinsip open governance kan partisipatif, gimana kalau partisipatif kalau hubungan dengan RT/RW tidak harmonis. Mereka itu birokrasi ataupun terpilih karena satu dan lain hal, tapi faktanya yang mengetahui mengenal dan dirujuk RT/RW, sehingga mengartikan open governance cuma sebatas dengan musrenbang, padahal kita ketahui itu sebagai musrenbang, belum efektif, bersifat top-down, itu justru mensimplifikasi open governance. Justru konsepnya Mas Anies itu jauh lebih terstruktur," ucap Mardani.
Disebut masih kurang soal melibatkan masyarakat, Ahok mengaku bingung. Sebab, menurutnya, dia sudah menerima masukan dari masyarakat dengan membuka pengaduan tiap hari di Balai Kota. Selain itu, warga bisa memberikan masukan lewat SMS, WhatsApp, ataupun Qlue.
"Kalau saya nggak libatkan masyarakat, kamu lihat saja, saya ingin masyarakat kasih masukan, bukan cuma blusukan, tiap setengah 8 pagi aku terima pengaduan masyarakat, bisa lewat WhatsApp, SMS, Qlue," kata Ahok.
"Saya nggak ngerti apa yang dianggap kita nggak open governance, apa kurang open lagi?" ujarnya.
Dirjen Otda Kemendagri Sumarsono, yang juga Plt Gubernur DKI, lalu bersuara soal saling balas pendapat soal open governance ini. Dia menjelaskan open governance sebenarnya merupakan bagian dari good governance.
"Saya luruskan dulu, yang disebut dengan good governance, bukan open governance. Good governance itu komponennya, prinsip-prinsipnya, ada 10 prinsip. Tiga paling penting adalah akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi," ujar pria yang akrab disapa Soni ini.
Menurut Soni, Jakarta adalah kota dengan tingkat transparansi paling tinggi di Indonesia. Indikator tersebut bisa dilihat dari akses kepada publik, yang dapat dengan mudah dibuka. Bukan hanya itu, rapat-rapat yang digelar juga dapat dengan mudah dilihat lewat media sosial.
"Jadi dari segi transparansi, kekaguman saya terhadap Jakarta justru sangat open," katanya.
Halaman 2 dari 2











































