Suap Pejabat Pajak, Mohan: Nggak Ada Pilihan, Bayar Rp 78 M Bangkrut

Suap Pejabat Pajak, Mohan: Nggak Ada Pilihan, Bayar Rp 78 M Bangkrut

Haris Fadhil - detikNews
Senin, 27 Mar 2017 16:29 WIB
Ramapanicker Rajamohanan Nair (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Terdakwa kasus suap terhadap pejabat Ditjen Pajak Handang Soekarno, Ramapanicker Rajamohanan Nair alias Mohan, mengaku tahu perbuatannya menyalahi aturan. Tapi Mohan mengklaim tak punya pilihan lain.

"Saya tahu itu salah," kata Mohan saat ditanya jaksa pada KPK dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).

"Saya nggak ada pilihan. Kalau saya bayar Rp 78 miliar saat itu, perusahaan saya bangkrut," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mohan adalah Country Director PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia yang terkena masalah pajak berupa surat tagihan pajak-pajak pertambahan nilai (STP PPN) beserta bunganya dari KPP PMA Enam Kalibata sebesar Rp 78 miliar untuk tunggakan pajak tahun 2014 dan 2015.

Untuk membatalkan STP itu, Mohan juga mengaku menjumpai Kakanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv dan mendapat saran agar mengajukan surat pembatalan STP, namun tidak ada tanggapan.

Sebagai tindak lanjut, Mohan kemudian mencoba menjumpai Handang, yang merupakan Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan saat itu. Ada 5 pertemuan yang mereka lakukan mulai dari 6 Oktober 2016.

"Saya dapat informasi tentang Handang, tapi saya nggak dapat appointment dari Pak Siswanto. Pak Arif juga ada sebut Pak Handang dan saya minta nomor HP Pak Handang, beliau kasih nomor teleponnya," ujar Mohan.

"Tanggal 6 Oktober 2016 saya ketemu Saudara Handang di kantor beliau. Kita ceritakan masalah pajak PT EKP, mulai dari restitusi pajak, penolakan tax amnesty, STP PPN, dan PT EKP yang mau dibukperkan oleh KPP PMA Enam. Waktu itu saya ketemu tanggal 6. Kita bawa semua file komplet, kita ceritakan dan kasih bukti, 'Bapak, kita punya masalah begini'. Dia bilang akan pelajari," ucap Mohan.

Selanjutnya Mohan mengaku bertemu kembali dengan Handang di Nippon-Kan Hotel Sultan Jakarta. Saat pertemuan pada 20 Oktober 2016, Mohan mengaku diminta Handang menyerahkan uang senilai 10 persen dari total STP PPN yang ditagih terhadap PT EKP.

"Dia bilang teman-teman di tim, teman-temannya saya nggak tahu. Dan beliau akan berusaha cepat diselesaikan, karena saya ada 30 hari waktu," ujar Mohan.

"Dia nanya bagaimana hitungannya. Di situ saya agak ragu, 'Terserah Bapak'. Dia lihat STP Rp 52 miliar, dia bilang 10 persen, bunga juga ada Rp 20 miliar sekian, lalu artinya 10 persen dari Rp 52 miliar, tambah Rp 1 miliar karena ada bunga. 'Di situ saya bersedia untuk bantu Bapak Rp 6 miliar'," kata Mohan.

Dalam perkara ini, Mohan didakwa memberikan uang USD 148.500 atau setara dengan Rp 1,9 miliar dari yang dijanjikan sebesar Rp 6 miliar kepada Handang.

Tujuannya agar Handang mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi oleh PT EKP, yaitu terkait dengan pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), STP PPN, dan penolakan pengampunan pajak (tax amnesty).

Suap ini juga terkait dengan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus. (HSF/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads