Peci, Simbol Kealiman hingga Alat Barter

Peci, Simbol Kealiman hingga Alat Barter

Sudrajat - detikNews
Sabtu, 25 Mar 2017 14:31 WIB
Foto: Dokumen: penasoekarno
Jakarta - Di masa Sunan Giri Gresik, kopiah alias peci tak cuma menjadi busana para santri tapi juga bahan barter dengan cengkeh. Hal itu umumnya dilakukan oleh para santri asal Maluku yang dikenal sebagai penghasil cengkeh dan aneka rempah lainnya.

"Dari situlah persebaran kopiah dimulai hingga ke seluruh penjuru Nusantara," tulis Abdul Mun'im DZ dalam buku "Fragmen Sejarah NU, Menyambung Akar Budaya Nusantara" yang diterbitkan Pustaka Compass.

Kala itu, ia melanjutkan, pemakaian kopiah menjadi salah satu bentuk kezuhudan seseorang. Bila sembahyang melepaskan kopiah akan dianggap kurang utama. Bahkan, tulis mantan Wakil Sekjen PBNU itu, santri yang berani melepas kopiah dalam kesehariannya akan distigma sebagai santri badung yang melanggar tata krama, aturan, dan pelajaran. Setidaknya akan diolok-olok sebagai santri gundul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perkembangannya kemudian, untuk para santri atau warga masyarakat yang telah berhaji tetap mengenakan kopiah tapi warna putih dengan bahan non beludru seperti kopiah hitam. Kala itu, mereka yang belum berhaji akan sungkan dan malu hati bila mengenakan kopiah putih. "Itu sebetulnya kesepakatan tak tertulis saja tapi masyarakat dahulu lebih tahu adat untuk tidak melanggarnya," tulis Mun'im.

Hingga kini, Gresik tetap terdepan dalam industri kopiah meski kota-kota lain ikut memproduksinya seperti Kudus, Pekalongan, dan Tasik.



(jat/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads