Meniru Tjokroaminoto, Bung Karno Ganti Blangkon dengan Peci

Meniru Tjokroaminoto, Bung Karno Ganti Blangkon dengan Peci

Sudrajat - detikNews
Sabtu, 25 Mar 2017 14:15 WIB
Foto: Dokumen: penasoekarno
Jakarta - Pada awal pergerakan Nasional 1908, kebanyakan aktivis memakai destar dan penutup kepala blangkon yang lebih dekat ke tradisi priyayi dan aristokrat. Adalah H.O.S Tjokroaminoto yang pertama kali memperkenalkan pengenaan kopiah sebagai pengganti blangkon. Penampilan yang berbeda dari aktivis Sarekat Islam asal Madiun yang bermarkas di Surabaya otomatis menjadi pusat perhatian. Tak cuma dari kalangan santri di Surabaya tapi juga para priyayi.

"Salah satu yang terpengaruh dan mengikuti jejak Pak Tjokro itu adalah Sukarno. Sebelumnya dia mengenakan blangkon tapi kemudian menggantinya dengan kopiah seperti Tjokro. Kopiah lantas tak lagi menjadi monopoli kalangan santri tapi sudah menasional," tulis Abdul Mun'im DZ dalam buku "Fragmen Sejarah NU, Menyambung Akar Budaya Nusantara" yang diterbitkan Pustaka Compass. Kopiah biasa dikenal dengan sebutan peci.

Sejarah mencatat, Sukarno yang pernah mondok di kediaman Tjokro bersama Muso dan RM Kartosuwirjo lantas menikahi salah satu putrinya, Siti Utari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sukarno yang piawai dalam berorasi dan biasa perlente dalam berbusana menjadi semacam ikon atau model bagi banyak aktivis untuk ikut mengenakan kopiah. "Berkat Sukarno, kopiah tak cuma simbol Islam melainkan juga simbol patriotisme dan nasionalisme yang berbeda dari para priyayi atau ambtenaar yang menjadi kolaborator Belanda," tulis Mun'im.

Ketika Mohammad Hatta sebagai wakil Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Hag, 27 Desember 1949 tampil tanpa kopiah, dia menjadi gunjingan para aktivis kala itu. Mereka menilai, Hatta telah alpa untuk menampilkan ciri khas keindonesiaan yang diharapkan bisa memberi garis tegas antara nasionalisme dan kolonialisme.

Dalam perkembangannya hingga sekarang, menurut Mun'im, kopiah menjadi identitas nasional yang dikenakan oleh segenap warga bangsanya. Tak cuma kalangan muslim tapi nonmuslim pun wajib mengenakannya di acara-acara resmi yang membawa simbol kebangsaan. "Dulu para atlet olah raga yang akan bertanding di luar negeri itu pasti memakai kopiah. Sayang, di era reformasi kesadaran itu justru meluntur. Kopiah tak lagi menjadi simbol dalam acara resmi," tulis alumnus IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu. (jat/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads