"Seandainya saya adalah Idham Cholid yang ketua Partai NU atau seperti Suwiryo, ketua PNI, tentu saya cukup pakai kemeja dan berdasi, atau paling banter pakai jas," kata Bung Karno yang juga Ketua DPA sambil melihat respons hadirin.
"Tetapi soal peci hitam ini tidak akan saya tinggalkan. Soalnya, kata orang, saya lebih gagah dengan mengenakan songkok hitam ini. Bener enggak Kiai Wahab?" tanya si Bung kepada Rois Am NU yang juga anggota DPA, KH Abdul Wahab Chasbullah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dialog tersebut tertuang dalam buku "Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren" terbitan Gunung Agung, 1987. Abdul Mun'im DZ mengutipnya ke dalam buku "Fragmen Sejarah NU: Menyambung Akar Budaya Nusantara" yang diterbitkan Pustaka Compass, Kamis pekan lalu.
Bung Karno membenarkan seloroh tersebut. Ketika berkunjung ke Arab Saudi pada 1955, Raja Su'ud memberinya gelar Ahmad kepadanya. Presiden Mesir Gamal Abdul Naser dan Presiden Aljazair Ben Bella serta kalangan pers di negara-negara Timur Tengah pun memberinya nama tamahan, 'Ahmad'.
"Ketahuilah olehmu Nasution (A.H Nasution, red), Roeslan Abdul Gani, nama Nabi kita itu banyak. Ada Muhammad, Ahmad, Musthofa, dan sebagainya. Dan kau Leimena (Dr Johannes Leimena), walaupun beragama Kristen, kau harus tahu bahwa nama Nabi Muhammad itu juga Ahmad," papar Bung Karno kemudian. Hadiri para anggota DPA pun manggut-manggut mendapatkan ceramah di awal sidang tersebut.
Masalah penggunaan kopiah yang biasa juga disebut peci atau songkok mencuat menjadi isu tersendiri menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Pangkalnya adalah penampilan wakil gubernur petahana Djarot Saiful Hidayat yang memakai kopiah dalam desain foto surat suara. Gaya seperti itu dituding meniru pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang lebih dahulu mengenakannya.
"Pak Djarot jadi kelihatan tambah berwibawa, kumis tebal hitam dan kopiah hitam cocok banget," kata juru bicara tim, Raja Juli Antoni kepada para wartawan. (jat/aan)











































