Sidang Kasus PWU, Saksi Ahli Keuangan Negara Ringankan Dahlan Iskan

Sidang Kasus PWU, Saksi Ahli Keuangan Negara Ringankan Dahlan Iskan

Rois Jajeli - detikNews
Jumat, 17 Mar 2017 19:50 WIB
Foto: dok detikcom
Surabaya - Persidangan perkara korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) dengan terdakwa Dahlan Iskan (mantan Menteri BUMN) kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Saksi di persidangan hari ini didatangkan oleh jaksa. Namun, keterangannya justru banyak menguntungkan terdakwa.

Saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) adalah Siswo Sujanto sebagai ahli keuangan negara. Dalam persidangan tersebut, ia ditanya JPU seputar apakah kerugian perusahaan dalam badan usaha milik daerah (BUMD) masuk ranah pidana atau resiko dalam menjalankan bisnis.

"Apakah kerugian BUMD berbentuk PT (perseroan terbatas) masuk ranah pidana atau bisnis," tanya JPU Trimo di sela persidangan di Pengadilan Tipikor, Juanda, Sidoarjo, Jumat (17/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mendapatkan pertanyaan itu, Siswo menjawabnya bahwa tidak selalu kerugian perusahaan masuk ranah pidana atau bisnis. "Tidak selalu" jawab Siswo.

Siswo membeberkan tentang pengelolaan keuangan negara pada lembaga pemerintah, BUMD maupun badan usaha milik negara (BUMN). Katanya, perlakuan harus dibedakan, karena BUMN dan BUMD mengelola keuangan negara yang sudah dipisahkan.

"Pada lembaga negara biasa, setiap perbuatan menyalahi aturan yang merugikan keuangan negara itu masuk ranah pidana. Tapi dalam BUMN atau BUMD tidak seperti itu," paparnya.

Siswo menjelaskan, sepanjang dilakukan secara profesional, kerugian yang terjadi BUMN atau BUMD juga dinilai secara profesional. Kerugian itu juga dianggap sebagai resiko bisnis.

Ia memberikan analogi kasus. Ketika kondisi normal, BUMN atau BUMD yang melepaskan aset atau penjualan aset, tentu harus menguntungkan. Tapi juga harus diperhatikan kondisi tidak normal. Seperti, perseroan melakukan pelepasan atau penjualan aset karena kondisi yang mendesak.

"Untung rugi harus nyata dan pasti. Tidak boleh diasumsikan," tuturnya.

Siswo juga menjawab pertanyaan JPU Trimo mengenai tanggungjawab pidana pada perseroan terbatas (PT). Kata Siswo, tidak semua tanggungjawab pidana pada PT dibebankan pada pengambil kebijakan (direksi). Menurutnya, dalam undang-undang keuangan negara dijelaskan mengenai akuntabilitas.

Ada akuntablitas politik yang diarahkan pada tanggungjawab pengambil kebijakan. Ada akuntabitas kinerja yang diarahkan pada operator atau pelaksana teknis kebijakan. Ada juga akuntabilitas keuangan.

"Adanya akuntabilitas itu tentu pertanggungjawaban pada perseroan tidak harus diarahkan pada pengambil kebijakan. Harus dicari benar salahnya dimana. Kalau proses teknis pelaksanaannya yang salah, yang dihukum ya si pelaksananya, bukan pengambil kebijakan," jelasnya.

Ia mengatakan, semua pihak harus memiliki kesamaan persepsi dalam pengelolaan BUMN atau BUMD. Pengelolaan pada lembaga itu, tidak bisa bersifat birokratif, tapi harus korporatif. Karena itu, kata Siswo, keberadaan Undang-Undang Perseroan Terbatas juga harus diperhatikan dalam melihat pengelolaan BUMN atau BUMD yang berbentuk PT.

Usai persidangan, kuasa hukum Dahlan Iskan, Agus Dwiwarsono mengatakan, keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU dinilai lebih menguntungkan kliennya.

"Keterangan ahli yang dihadirkan jaksa lebih banyak menguntungkan kita. Seperti tentang tanggungjawab hukum. Dalam kasus ini kan sudah jelas, yang dipermasalahkan sebenarnya ada di level teknis. Itu bukan tanggungjawab Pak Dahlan selaku direktur utama," kata Agus Dwiwarsono. (roi/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads