Menjelang musim semi, semua wilayah di Korea ditandai dengan suhu yang mulai bersahabat. Dari minus ke nol derajat Celcius, medio Maret ini sudah menghangat hingga sepuluhan derajat. Masyarakat yang awalnya berdiam di rumah, kini seperti semut yang keluar dari liangnya menuju berbagai ruang publik yang tersedia.
Di antara aktivitas yang asyik adalah berjalan-jalan dan berolahraga di bantaran sungai. Maklumlah, hampir di semua wilayah Negeri Ginseng, bantaran sungai senantiasa berfungsi sebagai ruang publik terbuka, tempat berekreasi warga kota. Di pinggir Sungai Han, misalnya, kanan-kirinya dibuat bantaran yang sangat lebar yang panjangnya lebih dari puluhan km mengikuti arah sungai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Baru-baru ini saya lebih menyadari betapa bantaran sungai itu tidak hanya berfungsi menahan banjir semata. Inilah tempat rekreasi yang sangat 'top markotop' buat semua warga. Jauh lebih mengasyikkan dari sekadar bermain di halaman rumah atau lapangan tengah kota. Air yang mengalir merupakan daya tarik manusia secara universal. Mau itu kolam, sungai, atau bahkan lautan. Karenanya, pinggir air merupakan sebuah tempat yang selalu dicari-cari manusia.
Uniknya lagi, dengan memanfaatkan bantaran kali, pemerintah kota tidak perlu susah-susah mencari lahan untuk rekreasi warganya. Hampir di semua negara di dunia, bantaran kali merupakan daerah penyangga yang dimiliki oleh negara. Memang repotnya, di beberapa negara berkembang, tempat ini sering kali sudah dipakai untuk permukiman warga, baik secara legal, setengah legal, maupun ilegal.
Dengan demikian, normalisasi bantaran sungai merupakan sesuatu yang harus dilakukan betapa pun kadang harus terasa agak pahit seperti obat. Tanah yang memang milik negara harus dibersihkan dengan memindahkan pemukim dengan cara yang bijak dan manusiawi. Tempat itulah yang kemudian dibangun sarana rekreasi untuk selamanya.
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Tentu saja, manajemen air menjadi sangat penting, dalam arti, menjadikan air sungai bersih dari kotoran dan segala hal yang berbau busuk.
Bantaran Sungai Han yang ada di Seoul, misalnya, lebarnya bukan 10 meter, melainkan bisa mencapai lebih 100 meter dari sungai di kedua sisi. Paling pinggir sungai biasanya dipakai untuk jalan setapak sehingga warga bisa menikmati semilir angin sambil memandang aliran sungai. Ke tengah sedikit dibuat ruang hijau, parkir, atau tempat bermain bagi anak-anak yang sangat lebar. Selain dipasang alat olahraga fitness, tidak lupa ada kamar mandi yang bersih. Setelah itu, barulah kemudian ada jogging track dan lintasan gowes alias bersepeda. Tentu saja tempat paling jauh dari sungai adalah jalan besar untuk lalu lintas mobil.
Di Jepang, hampir setiap sungai juga dibuat jogging track meskipun itu ada di dekat aliran air yang berada di tempat yang lebih rendah dari jalan umum. Di Belanda, kanal-kanal pun bisa menghasilkan uang berjibun karena banyak turis yang lalu-lalang naik perahu. Sedangkan Sungai Seine di Paris, selain untuk kepentingan turis, digunakan buat jalur transportasi yang sangat mumpuni.
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Mungkin kita harus mulai berpikir untuk memanfaatkan lahan kosong bantaran kali sekaligus memaksimalkan aliran sungai. Pembangunan infrastrukturnya memang tidak murah, namun lahan itu jelas sudah tersedia secara hukum. Bila dibangun dengan konsep multiyears, pasti tidak ada masyarakat yang keberatan. Semua akan senang dan riang.
* M Aji Surya adalah WNI yang tinggal di Seoul, Korea Selatan. (try/try)












































Foto: M Aji Surya/detikcom
Foto: M Aji Surya/detikcom
Foto: M Aji Surya/detikcom