Dalam persidangan itu, Eko mengatakan pendirian TPS di kolong tol merupakan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP). Selain itu, ada putusan KIP terkait pemberian data daftar pemilih tetap (DPT) Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara.
"Putusan itu sudah inkrah, berkekuatan hukum tetap. Ketua KPU DKI Jakarta Pak Sumarno kemudian merekomendasikan kepada Pak Abdul Muin untuk menjalankan kedua putusan itu," ucapnya di ruang sidang kantor DKPP, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Poin nomor dua, saya sudah dapat DPT. Kemudian ada sosialisasi TPS di Jalan Bidara Raya di seberang Kalijodo, saat itulah saya tahu poin nomor satu tidak dijalankan," imbuhnya.
Pada pencoblosan Pilkada DKI putaran I yang dilaksanakan pada 15 Februari 2017 itu, Leo dan beberapa warga eks Kalijodo lain mencoblos di TPS yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka di Kalijodo. Leo mengaku hal tersebut tetap mereka lakukan karena tidak adanya TPS di dekat tempat tinggal mereka.
"Saya menggunakan hak pilih, mencoblos 1 kilometer dari lokasi kami, seberang daerah yang digusur. Padahal keputusan yang sudah ada di KIP inkrah dan mengikat," katanya.
Sementara itu, Abdul Muin menyatakan surat rekomendasi KPU DKI Jakarta baru diterima oleh KPU Jakarta Utara pada 7 Desember 2016. Sedangkan DPT dan pemetaan TPS sudah ditetapkan pada 6 Desember 2016.
Dalam sidang, majelis hakim meminta keterangan dari Leonardo sebagai pelapor dan Abdul Muin selaku terlapor. Belum ada putusan dalam sidang itu.
"Kami nanti kasih catatan-catatan persidangan untuk jadi pertimbangan keputusan DKPP atas pengaduan pelanggaran kode etik ini," ujar Mimah Susanti, yang dalam persidangan itu bertindak sebagai Tim Pemeriksa Daerah, seusai persidangan di kantor DKPP.
Ketua Bawaslu DKI itu mengatakan tugasnya hanyalah sebagai pendamping dalam persidangan itu. Hal ini karena kewenangan memutus kasus tersebut merupakan otoritas DKPP.
"Tim Pemeriksa Daerah mendampingi DKPP. Kan ini DKI Jakarta, jadi Bawaslu DKI mendampingi. Yang melakukan rapat pleno pun hanya mereka, tanpa melibatkan Tim Pemeriksa Daerah," imbuhnya.
Mimah menyebutkan, jika nantinya terbukti melanggar kode etik, akan ada sanksi bagi Ketua KPU Jakarta Utara. Sanksi itu bisa sanksi administrasi hingga pemberhentian sebagai penyelenggara pemilu. (gla/dnu)











































