Abdul Muis, TKI asal Lombok, bercerita tentang kondisi pekerja di perkebunan sawit. Dia meminta pemerintah Indonesia memberikan jaminan perlindungan bagi TKI, khususnya ketika pulang ke Indonesia.
"Di KL (Kuala Lumpur) sering terjadi, istilahnya dia bilang, 'Nak cari obat terlarang'. Waktu periksa tidak ada, ternyata tidak bawa apa-apa, kita lepas. Bawa duit dihitung tinggal separuh. Ini kan namanya perampokan. Saya heran kenapa orang Indonesia yang digitukan," kata Abdul Muis di hadapan Retno di Kedah, Malaysia, Rabu (15/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menanggapi cerita Abdul Muis, Retno menyebut ada prosedur pemeriksaan yang memang diatur di bandara. Namun, bila ada permintaan uang oleh oknum tertentu, TKI harus mencatat dan melaporkannya ke KJRI di Penang.
"Kalau merasakan itu, lapor ke KJRI. Kalau diperlakukan tidak benar, laporkan. Kan kalau polis ada nama, peristiwa tanggal berapa, jam berapa, nama siapa dicatat, selesai kasih ke KJRI," imbuhnya.
Dalam pertemuan itu, Retno juga menyampaikan maksud kedatangannya ke perkebunan sawit. Dia ingin memastikan terpenuhinya hak-hak para TKI. Apalagi perlindungan WNI menjadi prioritas pemerintah saat ini.
"Kenapa ada menteri ke ladang, kunjungan ini sangat penting dan prioritas dari pemerintah. Oleh karena itu, kesejahteraan dan keselamatan bapak-bapak ini tanggung jawab kita semua," imbuhnya.
![]() |
Namun para TKI juga diminta bekerja dengan menaati aturan hukum yang berlaku di Malaysia. Selain itu, TKI harus proaktif berkomunikasi dengan pihak KJRI bila mengalami persoalan dengan pihak perusahaan tempat bekerja.
"Saya datang untuk mendengarkan apakah ada masukan dan masalah yang dihadapi dari pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan," ujar Retno. (bri/fdn)