"Kita mengatakan masalah pilkada bukan kewenangan MK sehingga harus ditangani badan peradilan khusus. Itu putusan MK," ujar Ketua MK Arief Hidayat seusai acara diskusi publik 'MK Mendengar' di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
Sebagaimana diatur UU Pilkada dalam revisi UU 1/2010, MK mendapatkan amanat untuk menangani sengketa pilkada. Hal ini berlaku selama belum dibentuknya badan peradilan khusus untuk sengketa pilkada. Aturan penyelesaian sengketa pilkada oleh lembaga peradilan khusus telah diatur dalam Pasal 157 ayat 1, 2, dan 3 UU Pilkada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di tempat kita, itu beban. Karena negarawan, ya kita mau mau saja," paparnya.
Hal senada dikatakan oleh Ketua MA Hatta Ali, yang menolak penyelesaian sengketa pilkada dikembalikan ke lembaganya. Sebab, MA sendiri, menurutnya, bukanlah badan peradilan khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa pilkada.
"Di kita (Indonesia) peradilan khusus itu (putusannya) bersifat final binding. Kalau di MA berarti kan masih ada proses kasasi, maka lebih bagus badan peradilan khusus," kata Hatta di kesempatan yang sama.
Hatta meyakini lembaga peradilan khusus untuk sengketa pilkada dapat mengurangi beban lembaga peradilan yang ada. Penyelesaian sengketa pilkada di MK disebutnya akan mengganggu perkara uji materi lainnya.
"Itu mungkin lebih baik (badan peradilan khusus)," pungkasnya. (edo/elz)











































