Jejak Putu Sudiartana, dari Senayan ke Penjara

Jejak Putu Sudiartana, dari Senayan ke Penjara

Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Kamis, 09 Mar 2017 12:08 WIB
I Putu Sudiartana (agung pambudi/detikcom)
Jakarta - Anggota DPR nonaktif Putu Sudiartana terbukti menerima suap Rp 500 juta untuk usulan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Sumatera Barat. Ia divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Berikut ini kronologi kejadian suap yang diterima oleh Putu Sudiartana, sebagaimana dirangkum detikcom, Kamis (9/3/2017).

Agustus 2015

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suhemi selaku tangan kanan Putu menemui Desrion Putra (swasta) di Hotel Pangeran Beach Padang dan menyampaikan sebagai teman Putu, serta bermaksud mengumpulkan usulan anggaran dana alokasi khusus (DAK) yang berhubungan dengan infrastruktur publik dari daerah-daerah. Suhemi meminta Desrio Putra agar mempertemukan dirinya dengan Suprapto.

November 2015

Desrio menemui staf Suprapto bernama Indra Jaya serta mengenalkan Indra dan Yogan Askan kepada Suhemi, yang merupakan teman Putu Sudiartana. Desrio memperkenalkan Suhemi dengan Indra di Hotel Ibis Padang.

Selanjutnya mereka menemui Putu di ruang kerja Putu di DPR dengan membawa usulan penambahan DAK kegiatan pembangunan dan perawatan jalan di Sumatera Barat sejumlah Rp 530.760.000.000

Putu mengatakan anggaran DAK dapat juga digunakan untuk pembangunan gedung dan air bersih sehingga meminta terdakwa (Suprapto) membuat usulan penambahan yang ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan surat Pj Gubernur Sumbar Nomor 900/3699-Pelaks/2015 tertanggal 25 November 2015 dengan nilai seluruhnya Rp 620.760.000.000

17 Desember 2015

Dilakukan pertemuan di Coffee Club Plaza Senayan, Jakarta, yang dihadiri Putu Sudiartana, Suhemi, Suprapto, dan Indra Jaya. Putu meminta usulan diserahkan ke Noviyanti selaku tenaga ahli Putu.

Januari 2016

Di rumah makan Suaso di Padang, Suprapto bertemu dengan Yogan, Suhemi, dan Indra Jaya.

29 Mei 2016

Yogan dan Indra Jaya menemui Putu di Lapangan Golf Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan meminta Putu membantu pengurusan anggaran DAK untuk proyek pembangunan jalan.

6 Juni 2016

Putu memberi penjelasan bahwa sudah diajukan dan dalam proses pembahasan.

10 Juni 2016

Suprapto bersama Yogan dan Indra menemui Putu di Cafe Pelangi Hotel Ambhara, Jaksel. Suprapto meminta Putu menaikkan alokasi anggaran dari Rp 50 miliar menjadi Rp 100-150 miliar.

25 Juni 2016

Yogan mengirim Rp 100 juta ke Putu melalui Bank Mandiri cabang Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, atas nama Ni Luh Putu Sugiani dalam 2 kali transfer, masing-masing Rp 50 juta.

27 Juni 2016

Yoga menyerahkan kekurangannya, Rp 400 juta, melalui Bank Mandiri cabang pembantu Jalan Belakang Olo Padang Barat ke 3 rekening.

28 Juni 2016

KPK menangkap anggota Komisi III DPR Putu Sudiartana di kompleks perumahan DPR di Ulujami. Selain itu, di tempat terpisah KPK juga menangkap 4 orang lainnya, yakni YA (Yogan) yang merupakan pengusaha dan SPT (Suprapto) yang merupakan Kadis PU Sumbar, orang kepercayaan Putu yang bernama SHM atau SUH (Suhemi), dan Sekretaris Putu, Novianti.

Dari tangan Putu, KPK mendapatkan bukti uang dalam pecahan dolar Singapura sebanyak SGD 40 ribu. Selain itu, bukti transfer senilai lebih dari Rp 50 juta.

14 September 2016

Pengusaha Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Sumatera Barat Suprapto didakwa menyuap anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Putu Sudiartana. Secara bersama-sama memberikan uang sebesar Rp 500 juta terkait dengan dana alokasi khusus (DAK) Rp 50 miliar di Sumatera Barat pada APBN-P 2016.

12 Oktober 2016

Putu Sudiartana memberikan keterangan sebagai saksi bagi pengusaha Yogan Askan serta Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Sumatera Barat Suprapto. Dirinya mengakui uang suap melalui staf pribadinya, Noviyanti.

17 November 2016

Putu Sudiartana didakwa menerima uang suap Rp 500 juta dan menerima gratifikasi sebesar Rp 2,7 miliar. Uang suap itu diterima Putu berkaitan dengan pengurusan penambahan alokasi dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang untuk Provinsi Sumatera Barat pada APBN-P 2016.

24 November 2016

Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Sumatera Barat Suprapto divonis 2 tahun 10 bulan penjara serta denda Rp 100 juta. Suprapto terbukti ikut menyuap anggota DPR I Putu Sudiartana terkait dengan proyek jalan di Sumatera Barat.

25 Januari 2017

Staf pribadi dan tangan kanan Putu Sudiartana, Novianti serta Suhemi, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya terbukti turut serta menerima suap Rp 500 juta terkait dengan DAK Sumatera Barat pada APBN-P 2016 senilai Rp 50 miliar.

6 Februari 2017

Putu Sudiartana dituntut 7 tahun penjara. Ia didakwa menerima suap Rp 500 juta dari pihak swasta terkait dengan pengurusan DAK di Provinsi Sumatera Barat dalam APBN-P 2016.

"Menjatuhkan pidana penjara 7 tahun dengan denda Rp 200 juta atau subsider 6 bulan kurungan," ucap jaksa KPK Joko Hermawan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (6/2) kala itu.

20 Februari 2017

Putu Sudiartana membacakan nota pembelaan (pleidoi). Ia menyinggung soal rajinnya dia menolak revisi UU KPK di DPR.

"Bahwa selama saya mengabdi di Komisi III, saya selalu menolak revisi UU KPK dan menolak pelemahan terhadap lembaga lembaga penegak hukum. Karena saya berpendapat bahwa lembaga hukum adalah ujung tombak bagi pencari keadilan," kata Putu saat itu.

8 Maret 2017

Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Putu. Ia terbukti menerima dana alokasi khusus di Provinsi Sumatera Barat dalam APBN-P 2016.

"Mengadili, menyatakan terdakwa I Putu Sudiartana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama melakukan tindak pidana korupsi," kata ketua majelis hakim Hariono saat membacakan surat putusan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (8/3).

Selain itu, hak politik Putu dicabut oleh majelis hakim selama 5 tahun, setelah pidana pokok. Dia mengaku terima atas putusan majelis hakim tersebut.

"Saya terima atas keputusan majelis hakim," kata Putu setelah vonisnya dibacakan.

Selain itu, dia menyatakan tidak mengajukan banding sebagai bentuk dukungannya terhadap penegakan hukum di Indonesia. (adf/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads