Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menyatakan bahwa dia sudah pernah berdiskusi dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA) mengenai efek live broadcast persidangan. Pada diskusi tersebut, Yosep Adi Prasetyo mengaku bahwa live broadcast diperbolehkan dalam persidangan, kecuali pemeriksaan materi perkara.
"Saat diskusi itu saya bertanya, bagaimana dengan kasus-kasus yang mendapat perhatian publik, termasuk e-KTP ini. Waktu itu, dalam diskusi, pimpinan MA mengatakan untuk persidangan yang terbuka untuk umum, maka persidangan di luar pemeriksaan materi perkara yaitu dakwaan, tuntutan, eksepsi, putusan sela dan vonis itu boleh dilakukan live broadcast," kata Yosep Adi Prasetyo pada acara yang berlangsung di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengerti seluruh proses yang dijalani majelis hakim, tapi ini adalah hak publik, oleh karena itu, saya mewakili Dewan Pers, kami mengappeal kepada majelis hakim untuk membuka kesempatan live broadcast di luar pemeriksaan materi perkara," ungkap Yosep Adi Prasetyo.
Hal yang senada juga dinyatakan oleh ITJI, Ketua Umum ITJI Yadi Hendriana menyatakan bahwa larangan mejelis hakim untuk menyiarkan secara langsung persidangan e-KTP hari ini membuat ITJI mempertanyakan alasan mejelis hakim membuat kebijakan yang berbeda dengan kasus-kasus lainnya. Yadi mengatakan, sidang e-KTP ini perlu diketahui dan diawasi oleh publik, utamanya karena kasus ini melibatkan orang-orang berkedudukan penting di pemerintahan.
"Kami meminta kepada majelis hakim untuk mengizinkan live broadcast ini. Apalagi kasus ini dilakukan oleh orang-orang terhormat yang hidupnya berkecukupan, kejahatan korupsi ini sama sejajar dengan teroris. Oleh karena itu live broadcast ini perlu agar masyarakat tahu, dan tentu dalam melakukan liputan juga kita tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik," tuturnya.
Lebih lanjut, Ketua KPI Agung Suprio menjelaskan bahwa live broadcast sidang e-KTP ini menjadi penting, selain tentu karena menyangkut hak dan kebebasan pers, tapi juga untuk mengkontrol isu yang sudah terlanjur menyerebak di media sosial.
"Kasus korupsi melibatkan banyak pihak, oleh karena itu publik harus tau siapa tersangkanya sehingga publik kemudian mengevaluasi terhadap figur-figur yang ada, yang mungkin sebelumnya dipuja dan sebagainya. Kalau ditutup, maka tidak akan ada lagi kontrol publik terhadap pemerintah yang rentan korupsi. KPI mendukung agar sidang e-KTP ini dibuka," kata Agung. (asp/asp)











































