Ini 5 Penyimpangan Pelaksanaan Megaproyek e-KTP Rp 5,9 Triliun

Sidang Korupsi e-KTP

Ini 5 Penyimpangan Pelaksanaan Megaproyek e-KTP Rp 5,9 Triliun

Rina Atriana - detikNews
Kamis, 09 Mar 2017 11:05 WIB
Terdakwa e-KTP mencoret-coret berkas. (Rina/detikcom)
Jakarta - Kerugian keuangan negara gara-gara skandal proyek e-KTP mencapai Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun. Bukan cuma tahap penganggaran, penyimpangan juga terjadi pada tahap pelaksanaan pengadaan e-KTP.

Jaksa penuntut umum pada KPK menyebut proses pengadaan e-KTP sudah diatur sedemikian rupa dari pelelangan hingga pelaksanaan.

"Proses pelelangan akan diarahkan untuk memenangkan konsorsium PNRI. Untuk itu, dibentuk pula konsorsium Astragrapha dan konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping," kata jaksa dalam surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini penyimpangan proses pengadaan e-KTP.

1. Spesifikasi Teknis Langsung Sebut Merek

Irman, eks Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri (terdakwa I). mengarahkan eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto untuk membuat spesifikasi teknis yang mengarah ke produk tertentu dengan secara langsung menyebut merek.

"Di antaranya untuk pengadaan AFIS menggunakan produk merek L-1 Identity Solution sebagaimana yang ditawarkan oleh Johanes Marliem, untuk pengadaan printer menggunakan merek Fargo HDP 5000 dan untuk pengadaan hardware menggunakan produk merek Hewlett Packard (HP) sebagaimana yang ditawarkan oleh Berman Jandry S Hutasoit dan untuk pengadaan software menggunakan produk database merek Oracle sebagaimana yang ditawarkan oleh Tunggul Baskoro," papar jaksa.

2. Mark Up HPS

Penetapan daftar harga (price list) juga sudah diatur dengan menggelembungkan harga barang sehingga lebih mahal daripada harga sebenarnya (mark up) serta tidak memperhitungkan adanya diskon dari produk-produk tertentu.

"Konfigurasi spesifikasi teknis dan price list tersebut pada akhirnya dipergunakan oleh terdakwa II sebagai bahan acuan dalam pembuatan rencana kerja dan syarat syarat (RKS) dan harga perkiraan sendiri (HPS)," sebut jaksa.

Dalam HPS, Sugiharto (terdakwa II) menetapkan analisis harga blangko e-KTP, yakni Rp 18 ribu per keping.

"Selain menetapkan, HPS terdakwa II juga menandatangani spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja yang disusun FX Garmaya Sabarling, Tri Sampurno, dan Berman Jandy Hutasoit," sambung jaksa.

3. Konsorsium PNRI Tak Penuhi Kontrak

Selain pelaksanaan lelang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, konsorsium PNRI tidak melaksanakan kewajibannya yang telah diatur dalam kontrak.

Berdasarkan kontrak, konsorsium PNRI berkewajiban memproduksi, personalisasi, dan distribusi blangko KTP berbasis chip sebanyak 172.015.400 keping dengan perincian tahun 2011 sebanyak 67.015.400 keping dan tahun 2012 sebanyak 105.000.000 keping.

Konsorsium PNRI juga berkewajiban mengadakan peralatan data center, hardware, sistem AFIS, software, layanan keahlian pendukungan kegiatan, serta bimbingan teknis untuk operator dan pendampingan teknis.

Faktanya, telah terjadi penyimpangan. Jaksa KPK menyebut anggota konsorsium PNRI mensubkontrakkan sebagian pekerjaan tanpa persetujuan tertulis dari Sugiharto sebagaimana yang diatur.

Paket pekerjaan pengadaan blangko e-KTP elektronik yang seharusnya dilaksanakan oleh Perum PNRI disubkontrakkan kepada PT PURA Barutama, PT Trisakti Mustika Grafika, PT Ceria Riau Mandiri dan PT Mecosuprin Grafia, PT Sinegri Anugrah Mustrika, serta PT Global Priam Media.

Paket pekerjaan pengadaan blangko e-KTP yang dilaksanakan PT Sandipala Artha Putra disubkontrakkan kepada PT Trisakti Mustika Grafika, PT Pura Barutama, dan PT Betawi Mas Cemerlang.

4. Konsorsium PNRI Tak Penuhi Target e-KTP

Sampai akhir masa pelaksanaan pekerjaan e-KTP pada 31 Desember 2013, konsorsium PNRI hanya dapat melakukan pengadaan blangko KTP elektronik sebanyak 122.109.759 keping.

"Jumlah tersebut masih di bawah target pekerjaan sebagaimana ditentukan dalam kontrak awal, yakni konsorsium PNRI wajib melakukan pengadaan personalisasi dan distribusi blangko e-KTP sebanyak 172.015.400," papar jaksa.

5. Harga e-KTP Membengkak

Konsorsium PNRI menerima pembayaran pengadaan e-KTP sejak 21 Oktober 2011 sampai 30 Desember 2013 sebesar Rp 4.917.780.473.609 setelah dipotong pajak.

"Adapun harga wajar atau harga riil pelaksanaan proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional (KTP elektronik) 2011-2013 sejumlah Rp 2.552.408.324.859," sebut jaksa. (fjp/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads