Kasus e-KTP, Refly: Selalu Ada Broker Politik di Proyek Besar

Kasus e-KTP, Refly: Selalu Ada Broker Politik di Proyek Besar

Audrey Santoso - detikNews
Kamis, 09 Mar 2017 07:45 WIB
Ilustrasi (Andhika Akbaryansyah/detikcom)
Jakarta - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengaku tak heran bila terjadi korupsi di sebuah megaproyek pemerintah. Ia mengatakan sudah menjadi rahasia umum politisi melakukan rangkap fungsi sebagai calo saat pemerintah menganggarkan dana besar untuk sebuah hal.

"Saya termasuk orang yang nggak heran bahwa bagi-bagi duit itu terjadi. Karena kita tahu saat ada proyek besar yang melibatkan anggaran besar, selalu ada broker-broker politik dan bisnis yang bermain," ujar Refly saat dihubungi detikcom, Rabu (8/3/2017) malam.

Refly berpendapat ada dua motif yang menjadi pemicu para politisi terlibat 'permainan' proyek. Pertama, untuk kepentingan pribadi; dan kedua, untuk pendanaan partainya. Refly bahkan pesimistis praktik korupsi seperti ini dapat dihilangkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini sangat terkait dengan yang namanya dana politik, baik untuk pribadi maupun partainya. Menurut saya, praktik-praktik seperti ini agak sukar dicegah, yang terungkap sebagian saja," kata Refly.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka yang sama-sama merupakan pejabat Kemendagri, yakni Irman (mantan Dirjen Dukcapil) dan Sugiharto (mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil).

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan ada banyak nama tokoh besar dalam kasus itu. Dia bahkan mengatakan semoga nantinya saat surat dakwaan kasus tersebut dibacakan dan tidak terjadi guncangan politik. Namun, lagi-lagi, Agus enggan membeberkan nama-nama itu.

Sementara itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah hanya sedikit memberikan petunjuk tentang siapa mereka. "Nanti akan muncul di dakwaan. Ada sekitar 200 lebih saksi yang kita periksa dan ada banyak nama di sana. Ada tiga klaster besar dalam kasus e-KTP ini, dan ketiganya itu mulai dari sektor politik, birokrasi, dan swasta," ungkap Febri.

Penyidik KPK sebelumnya juga telah meminta keterangan sejumlah saksi dalam kasus itu. Nama-nama seperti Setya Novanto, Gamawan Fauzi, Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, Agun Gunandjar, Chairuman Harahap, Agus Martowardojo, hingga Yasonna Laoly (tidak hadir) pun dipanggil untuk dimintai keterangan.

Febri menyatakan, sepanjang 2016, KPK telah menerima pengembalian uang dari berbagai pihak terkait dengan kasus itu. Total pengembalian uang senilai Rp 250 miliar, dengan rincian Rp 220 miliar dari 5 korporasi dan 1 konsorsium serta Rp 30 miliar dari perorangan. Pengembalian dari perorangan itu berasal dari 14 orang, termasuk anggota DPR. (aud/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads