Sidang berlangsung di ruang Koesoemah Atmadja II , Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017). Saksi yang dihadirkan ialah Irjen Kementerian Kesehatan Krisna Jaya dan karyawan perusahaan BUMN PT Indofarma Global Medika, Asrul Sani.
Jaksa KPK, terlebih dulu meminta keterangan saksi Krisna Jaya terkait penyediaan buffer stok alat kesehatan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebetulan tidak, karena ada surat tembusannya. Jadi secara langsung bertemu tidak, karena untuk penunjukan langsung buffer stock alat terlampir dari satu bundle dokumen verbal," jawab Krisna.
Krisna menjelaskan, dalam dokumen itu terdapat tiga pengadaan langsung alkes untuk bencana dan wabah. Namun ia merevisi dua pengadaan yang tidak sesuai.
"Dalam bundle dokumen verbal itu ada 3 pengadaan langsung untuk buffer stock obat, alat kesehatan dan disinfectan. Tapi yang buffer stock obat dan alkes saya coret," jelas Krisna.
Jaksa KPK menanyakan kembali, alasan Krisna mencoret dua dokumen pengadaan langsung itu.
"Karena untuk pengadaan langsung hanya untuk bencana dan wabah. Di luar itu apa lagi buffer stok obat saya engga setuju," jawab Krisna.
"Harapan Saya, Pak Sekjen yang nanti akan menginformasikan itu ke Menteri. Karena konsepnya dokumen verbal dan bukan surat resmi," sambung Krisna.
Selain itu jaksa juga memintai keterangan Asrul Sani sebagai penerima tander untuk penyedia alkes. Namun menurutnya, ia hanya menangani penyediaan alat-alat untuk disinfectan.
"Waktu itu ada penawaran untuk pengadaan langsung alkes untuk antisipasi atau buffer stok. Tapi kerjasamanya hanya untuk disinfectan, kalau alkes saya tidak atahu," ujar Asrul dalam persidangan.
Sebagaimana diketahui, Siti Fadilah didakwa melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Siti didakwa menerima uang dari PT Indofarma Tbk sebesar Rp 1,5 miliar dan dari PT Mitra Medidua sejumlah Rp 4,5 miliar. (adf/asp)