Sahrul mengaku sempat beberapa kali keseleo lidah. "Waktu itu saya menyebut gelar kehormatan Raja Saudi yang seharusnya adalah 'Khadimul Haramain' (Pelayan Dua Kota Suci) dengan 'Shahibul Haramain' (Pemilik Dua Kota Suci)," ungkap alumnus Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, itu saat berbincang dengan detikcom, Senin (6/3/2017) malam.
Sarjana bidang studi keislaman dan bahasa Arab dari Tripoli, Libya, itu menjelaskan semula gelar raja-raja di tanah Arab adalah Shahibul Jalalah (Pemilik Keagungan). Tapi Raja Fahd bin Abdulaziz, yang menjadi Raja Arab Saudi dari 1982 hingga 2005, mengganti gelar Jalalatul Malik atau Shahibul Jalalah dengan gelar Khadimul Haramain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Terkait dengan salah terjemahan tadi, Sahrul mengaku itu cukup fatal. Ia baru menyadarinya setelah ada seseorang yang mengingatkan seusai pertemuan. "Mas... tadi harusnya Khadimul Haramain, bukan Shahibul Haramain."
"Pasti ada pelajaran dan hikmah untuk saya renungkan. Sekiranya ada komplain atau risiko-risiko lainnya pun tentu saya siap bertanggung jawab," ujar Sahrul. Nyatanya, selain teguran tersebut, tak ada sanksi yang dialamatkan kepada lelaki kelahiran Batang, 23 Juni 1979, itu.
Buktinya, suami Santy Martalia Musa itu tetap dipercaya mendampingi pertemuan empat mata antara Presiden Jokowi dan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud di Bogor, 1 Maret lalu. (jat/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini